Thursday, January 25, 2007

Indian company backs off plan to take over Apexindo

Jakarta, The Jakarta Post – India-based oil company Aban Offshore, previously known as Aban Loyd Chiles Offshore Ltd., has broken off negotiation for the purchase of a majority stake in local drilling oil firm PT Apexindo Pratama Duta Tbk.

In a letter to the Capital Market and Financial Institution Supervisory Agency (Bapepam-LK), Aban financial director C.P. Gopalkrisman confirmed that his company has pulled out of talks to acquire PT Medco Internasional Tbk.’s 51.57 percent stake, PT Asian Opportunities’ 15.92 percent stake and CLSA Ltd’s 15.92 percent stake in Apexindo.

In the middle oflast year, Medco, the biggest publicly traded oil company in Indonesia, announced a plan to sell its entire stake in Apexindo as Medco was looking to expand its existing oil and gas field.

The company confirmed that it had received an offer from Aban some time last year, and then announced in August that it had refused the offer.

“As a public company, we are used to receiving offers from investors, but Medco is not the one who has been active in selling Apexindo,” Medco corporate secretary Andy Karamoy told The Jakarta Post Wednesday.

Despite the failure of the negotiations, Medco went ahead with its plan to expand its upstream oil and gas operations by buying part of ConocoPhillips’s interest in the Block A gas field in the country northermost province, Nanggroe Aceh Darussalam, this month.

With this purchase, Medco and its partner Premier Oil Plc. now each have a half share of ConocoPhillips’ 50 percent stake in the gas block.

The Jakarta-based Medco will pay US$36 million for the 25 percent interest in the gas block.

Block A is approximately 45 kilometers east of the Arun field, and its operated by Exxon, which supplies gas to the Arun liquefied natural gas plant in Aceh.

The Indonesia government is keen to have the field pumping gas as soon as possible to start supplying two fertilizer plants in Aceh that have had to halt its production due to a lack of gas.

Medco Japan Petroleum Exploration Co. and Premier Oil have equal shares of the remaining 50 percent they acquired from Exxon Mobil Corp. in April last year, Bloomberg reports.

With the additional stake it bought from ConocoPhillips, Medco now has a total interest in Block A of 41.67 percent, while Premier Oil has a 41.66 percent and Japan Petroleum a 16.67 percent stake. Block A covers some 3,910 square kilometers.

Monday, January 22, 2007

Apexindo Ingin Hindari Persepsi Keliru

Kompas - PT Apexindo Pratama Duta Tbk yang mendapat kontrak pengeboran darat Rp 3,476 juta dollar AS dalam surat klarifikasinya, Kamis (18/1), mengakui, transaksi antara Apexindo dan Medco E&P sebagai anak perusahaan PT Medco Energi International Tbk mengandung benturan. Namun, sesuai surat ke Bapepam Nomor 002/CS-I/2007 tanggal 16 Januari 2007 dan telah disetujui oleh Bapepam, jenis transaksi pengeboran itu tidak memerlukan persetujuan rapat umum pemegang saham luar biasa. Syaratnya, transaksi tersebut dilakukan secara wajar, menguntungkan perseroan dan pemegang saham publik, dan dilakukan secara ketat, terbuka, dan transparan, serta mengikuti peraturan perundang-undangan.(*/OSA)

Sunday, January 21, 2007

Aban Offshore Batal Akuisisi Saham Apexindo

Jakarta, detik.com - Perusahaan pertambangan India, Aban Offshore Ltd telah menghentikan proses negosiasi akuisisi saham PT Apexindo Pratama Duta Tbk.

Dalam penjelasannya kepada Bursa Efek Bombay (Bombay Stock Exchange), Jumat (19/1/2007) Aban Offshore Ltd mengatakan perseroan batal membeli saham Apexindo.

Aban Offshore Ltd sudah menjajaki pembelian saham anak perusahaan PT Medco Energi Internasional Tbk sejak tahun lalu.

"Sehubungan dengan keterbukaan informasi yang dibuat oleh Medco pada 11 Agustus 2006, yang menjelaskan pembatalan penjualan saham Apexindo. Maka itu Aban Offshore menghentikan proses negosiasi," bunyi laporan Aban Offshore ke Bombay Stock Exchange.

Sebelumnya Presdir Medco, Hilmi Panigoro mengatakan, pembatalan rencana penjualan saham Apexindo dikarenakan alasan strategis perusahaan dan nasionalisme.

Alasan strategisnya karena Medco perlu menjaga stabilnya suplai dengan tetap memiliki saham di anak usaha ini. Hal ini karena bisnis pengeboran (drilling) yang digeluti Apexindo dianggap semakin sulit dan langka. Jika Medco melepas Apexindo, akan lebih sulit bagi Medco mendapatkan rig dengan harga yang murah.

Medco menguasai 51,87 persen saham di Apexindo. Medco yang bergerak di eksplorasi dan produksi migas, adalah pasangan yang klop dengan Apexindo yang menekuni bisnis jasa pengeboran.(ir/ir)

Friday, January 19, 2007

Aban: Apexindo Talks Off with Medco

Rigzone.com, Aban Offshore 1/19/2007 --- In a statement filed on Friday with the Bombay Stock Exchange, Aban Offshore Ltd said that negotiations related to its proposed acquisition of a stake in Indonesian drilling contractor Apexindo Pratama Duta Tbk have been terminated.

Aban's statement follows:

"In relation to the disclosure of information made by PT Medco Energi Internasional Tbk, dated August 11, 2006 regarding "MedcoEnergy Declines the Offering Letter to Purchase the Shares of PT Apexindo Pratama Duta Tbk.", we, Aban Offshore Ltd (formerly known as Aban Loyd Chiles Offshore Ltd) ("AOL"), hereby intend to confirm that the negotiation with Medco as well as Asian Opportunities Fund I and CLSA Ltd to acquire approximately 52.20% and 32.152% issued shares of PT Apexindo Pratama Duta Tbk. has been terminated."

Koreksi Artikel “Apexindo Terima Kontrak Pemboran US$ 3,476 Juta”

Investor Indonesia Online --- Sehubungan dengan artikel mengenai PT Apexindo Pratama Duta Tbk (Apexindo/Perseroan) pada www.investorindonesia.com yang dimuat Rabu, 17 Januari 2007 dengan judul “Apexindo Terima Kontrak Pemboran US$ 3,476 Juta”, di bawah ini adalah koreksi yang perlu kami sampaikan guna menghindari kemungkinan persepsi yang keliru dari pembaca.

Pada bagian akhir dari artikel tersebut tertulis “Ade menambahkan, transaksi tersebut mengandung benturan kepentingan (karena perseroan dan Medco E&P adalah anak perusahaan Medco Internasional), sehingga akan dimintakan persetujuan kepada pemegang saham independen dalam RUPSLB.”

Penjelasan:

1. Transaksi yang terjadi Apexindo dan Medco E&P sebagai anak perusahaan PT Medco Energi Internasional Tbk memang mengandung benturan kepentingan.

2. Namun demikian, seperti yang kami sampaikan pada poin 2 surat No. 002/CS-I/2007 tanggal 16 Januari 2007 perihal Laporan Keterbukaan Informasi yang kami kirimkan kepada Bapepam telah kami jelaskan bahwa sesuai dengan persetujuan Bapepam melalui surat no. S-862/PM/2003 tanggal 25 April 2003 maka jenis transaksi tersebut di atas tidak memerlukan persetujuan Pemegang Saham Independen dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa sepanjang transaksi tersebut memenuhi hal-hal sebagai berikut:

a. Dilakukan secara wajar (arm’s length transaction}

b. Menguntungkan Perseroan dan Pemegang Saham Publik

c. Dilakukan secara ketat, terbuka/fair dan transparan serta mengikuti peraturan perundang-undagan yang berlaku.

Dan dapat kami sampaikan pula bahwa Perseroan telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana telah ditentukan oleh Bapepam tersebut di atas.

Demikian surat ini kami sampaikan sebagai klarifikasi artikel tersebut agar pihak-pihak yang berkepentingan bisa mendapatkan informasi yang lebih akurat.

Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Ade R Satari

Corporate Secretary

PT Apexindo Pratama Duta Tbk

Thursday, January 18, 2007

Laba Bersih Rp 400 M, Apexindo Lunasi Utang US$ 8 Juta

JAKARTA, Investor Daily --- PT Apexindo Pratama Duta Tbk akan melunasi utang senilai US$ 8 juta kepada Bank Central Asia (BCA) paling lambat pada Agustus 2007. Dana pelunasan utang bersumber dari kas internal perseroan.

“Prioritas utama adalah pelunasan utang kepada BCA tahun ini, sehingga beban utang perseroan menjadi nihil. Dengan pembayaran kewajiban, kinerja keuangan diharapkan lebih bagus ke depan,” ujar Direktur Keuangan Apexindo Agustinus B Lomboan kepada Investor Daily di Jakarta, Selasa (16/1).

Agustinus mengatakan, Apexindo kini memiliki arus kas sebesar US$ 30 juta, sehingga pelunasan utang tidak sampai mengganggu operasional.

Perseroan bergerak di bidang jasa penyewaan rig lepas pantai dan darat untuk sektor minyak dan gas.

Menurut dia, kewajiban anak usaha PT Medco Energi International Tbk tersebut tinggal obligasi senilai Rp 750 miliar yang akan jatuh tempo pada 2010. “Tidak tertutup kemungkinan percepatan pelunasan surat utang dilakukan, bila arus kas memadai, sehingga beban perseroan tidak ada lagi,” tandas dia.

Mengenai kinerja keuangan akhir tahun 2006, lanjut Agustinus, lebih baik dibandingkan tahun 2005. Sebab, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS cenderung menguat tahun ini.

Perseroan masih merugi sebesar Rp 43,12 miliar tahun lalu. Penyebab utama kerugian adalah selisih kurs. Namun, pada semester pertama 2006 laba bersih meningkat drastis menjadi Rp 191,48 miliar. Sedangkan pada akhir kuartal ketiga 2006, laba bersih tercatat Rp 366 miliar. “Kami optimistis, laba bersih akhir tahun lalu bisa mencapai Rp 400 miliar,” ungkap dia.

Hingga kuartal ketiga 2006, pendapatan tercatat Rp 798,93 miliar atau naik 6% dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 755,63 miliar.

Lebih jauh dia mengungkapkan, kinerja tahun ini diperkirakan lebih bagus di bandingkan pada 2006. Sebab, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS lebih membaik. Selain itu, harga sewa rig darat bisa meningkat sekitar 5-10%. Sedangkan harga sewa lepas pantai naik tajam.

Di samping itu, kata dia, permintaan penyewaan rig lepas pantai dan darat cenderung meningkat seiring banyaknya pengeboran ladang minyak baru tahun ini, termasuk proyek geothermal.

Agustinus memprediksi, pendapatan dapat tumbuh 30% tahun ini daripada tahun lalu. Kontribusi pendapatan terbesar berasal dari jasa penyewaan rig lepas pantai.

Sebagai antisipasi tingginya permintaan jasa rig lepas pantai, Apexindo segera mempercepat pembangunan Rig Soehana. “Mudah-mudahan bisa rampung akhir Maret 2007, sehingga bisa disewakan kepada sejumlah perusahaan minyak,” kata dia.

Pembangunan Rig Soehana yang dilakukan di Singapura itu menelan dana US$ 150 juta.

Perpanjang Kontrak

Guna meningkatkan kinerja keuangan, perseroan akan mengikuti sejumlah tender migas tahun ini dan memperpanjang kontrak kerja selama lima tahun. Nilai perpanjangan kontrak bisa mencapai US$ 160 juta. “Dengan adanya kontrak kerja selama lima tahun, pendapatan perseroan menjadi pasti. Karena selama ini kontrak kerja hanya berlangsung satu atau dua tahun,” ungkap dia.

Sampai akhir Desember 2006, pemegang saham terbesar Apexindo adalah Medco Energi (51,57%), CLSA Ltd (Client A/C) sebesar 15,92%, dan Asian Opportunities Fund Segregated 15,92%. Sedangkan sisanya dimiliki investor publik lainnya.

Sementara itu, Senior Equity Research PT Valbury Securities Danny Eugone mengatakan, usaha perseroan mendapat kontrak jangka panjang menjadi lima tahun menunjukkan kepercayaan semakin tinggi dari nasabah.

“Di Indonesia, Apexindo dikenal sebagai market leader dan memiliki produk berkualitas tinggi. Keberhasilan perusahaan juga ditunjukkan dengan memperlebar bisnis jasa penyewaan rig ke Timur Tengah belum lama ini,” jelasnya.

Dia mengatakan, perseroan berupaya meningkatkan performa peralatan yang disewakan. Pada Januari 2007, Apexindo memiliki rig berteknologi terbaru dan hanya dimiliki beberapa perusahaan penyewa rig terkemuka di dunia.

Namun, lanjut dia, perseroan kini dihantui penurunan harga minyak yang mencapai US$ 51 per barel. Akibatnya, perusahaan pertambangan yang selama ini menyewa jasa rig terpaksa menunda peningkatan produksi dan penjualan. “Otomatis penyewaan terhadap rig perseroan menjadi terhambat,” tandas dia. (rad)

Apexindo Teken Kontrak Pengeboran

JAKARTA, Media Indonesia: Sekretaris Perusahaan PT Apexindo Pratama Duta Ade R Satari dalam penjelasannya ke BEJ di Jakarta, Rabu (17/1), mengatakan kontrak tersebut berupa pekerjaan pemboran darat yang akan dikerjakan oleh Rig 2 di lokasi pemboran Blok Senoro-Toili, Sulawesi. Pekerjaan proyek ini akan berakhir pada 21 April 2007.

Ade mengatakan transaksi ini tidak memerlukan persetujuan para pemegang saham melalui RUPSLB. Hal ini sesuai dengan surat No.304/DIR-IV/03 tanggal 11 April 2002 tentang Permohonan Pengecualian terhadap Transaksi Benturan Kepentingan sehubungan dengan Penyediaan Jasa Pemboran Migas dan surat Bapepam tanggal 25 April 2003 perihal tanggapan atas permohonan pengecualian dari Peraturan No.IX.E.1. (Sdk/OL-03)

Apexindo Peroleh Kontrak

JAKARTA, Koran Tempo -- PT Apexindo Pratama Duta Tbk. memperoleh kontrak pengeboran senilai US$ 3,475 juta (sekitar Rp 30,6 miliar). Sekretaris Perusahaan Apexindo Ade R. Satari mengatakan kontrak pengeboran ini dilakukan dengan JOB Pertamina-Medco. "Ini untuk pengeboran darat yang dikerjakan oleh Rig 2 untuk lokasi pengeboran Blok Senoro," kata dia.

Ade menjelaskan transaksi ini kepada Bursa Efek Jakarta secara tertulis dua hari lalu. Proyek ini diperkirakan rampung pada 21 April nanti. Menurut Ade, transaksi ini tidak memerlukan persetujuan para pemegang saham karena ini sudah diatur dalam ketentuan Bapepam pada April 2004 soal tanggapan atas permohonan pengecualian dari aturan mengenai benturan kepentingan. budiriza

PT APEX Dapat Kontrak Pengeboran

Kompas - PT Apexindo Pratama Duta (APEX) mendapat kontrak senilai 3,476 juta dolar AS untuk pekerjaan pengeboran darat. Sekretaris Perusahaan APEX, Ade R Satari, dalam laporannya ke Bursa Efek Jakarta, Rabu (17/1), mengatakan, penandatanganan kontrak sudah dilakukan dengan JOB Pertamina-Medco E&P Tomon Sulawesi dengan total estimasi maksimum kontrak 3,476 juta dollar AS pada 15 Januari 2007. Kontrak pengeboran darat yang akan dikerjakan di lokasi Blok Senoro-Toili, Sulawesi, akan berakhir 21 April 2007. Transaksi tersebut mengandung benturan kepentingan, karena perseroan dan Medco E&P adalah anak perusahaan Medco Internasional. (ANTARA/OSA)

Wednesday, January 17, 2007

Apexindo Terima Kontrak Pemboran US$ 3,476 Juta

JAKARTA, investorindonesia.com --- PT Apexindo Pratama Duta (APEX) mendapat kontrak US$ 3,476 juta dolar untuk pekerjaan pemboran darat yang akan dikerjakan di rig 2 untuk lokasi pemboran Blok Senoro-Toili, Sulawesi yang akan berakhir hingga 21 April 2007.

Pada 15 Januari 2007 lalu Apexindo telah menandatangani kontrak dengan JOB Pertamina-Medco E&P Tomon Sulawesi dengan total estimasi (perkiraan) maksimum kontrak US$ 3,476 juta,” Sekretaris Perusahaan APEX Ade R. Satari, dalam laporannya ke Bursa Efek Jakarta, Rabu, seperti dilansir Antara.

Ade menambahkan, transaksi tersebut mengandung benturan kepentingan (karena perseroan dan Medco E&P adalah anak perusahaan Medco Internasional), sehingga akan dimintakan persetujuan kepada pemegang saham independen dalam RUPSLB. (*)

Jumlah Saham Apexindo Naik

JAKARTA, Koran Tempo -- Bursa Efek Jakarta mengumumkan ada penambahan saham baru pada saham PT Apexindo Pratama Duta Tbk., sehingga terjadi peningkatan menjadi 2.623.392.000 saham yang tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta.

Kepala Divisi Pencatatan Sektor Riil Yose Rizal dalam pengumuman bursa kemarin menjelaskan penambahan saham baru itu berasal dari konversi saham ESOP (saham yang sudah ditawarkan kepada karyawan) sebanyak 30 ribu saham. Saham baru itu mulai dicatatkan sekaligus diperdagangkan hari ini.

Selanjutnya, papar Yose, ESOP PT Apexindo yang belum dikonversi jumlahnya ekuivalen dengan 36.458.000 saham.

Tuesday, January 9, 2007

Biaya pengeboran minyak meroket hingga 100%

JAKARTA, Bisnis Indonesia: Biaya pengeboran minyak bumi untuk wilayah lepas pantai melonjak hingga 100% pada awal tahun ini, akibat sulitnya mendapatkan anjungan pengeboran (rig) di dalam negeri.

Sekjen Asosiasi Pemboran Migas Indonesia Tito Kurniadi mengungkapkan ongkos jasa pengeboran minyak bumi untuk kawasan lepas pantai (offshore) kini mencapai US$160.000 per hari.

"Hal ini berarti mengalami kenaikan hingga 100%. Mengingat ongkos [pengeboran offshore] sebelumnya hanya berkisar US$70.000-US$90.000 per hari," ujarnya, kemarin.

Penyebab utama dari melonjaknya ongkos jasa pengeboran tadi, menurut dia, karena terjadi kelangkaan rig yang diikuti dengan kenaikan tarif sewa.

"Terus terang tingginya harga minyak mentah di pasar internasional membuat kontraktor migas gencar melakukan drilling. Tapi kegiatan mereka tidak dibarengi dengan ketersediaan rig di dalam negeri. Akibatnya, perusahaan penyedia peralatan tadi mematok harga sewa yang tinggi," papar Tito.

Sementara itu, Presdir Medco Energi Internasional Tbk Hilmi Panigoro membenarkan terjadinya kenaikan tarif sewa rig. Bahkan kenaikannya mencapai 100%.

Kenaikan tarif sewa rig tadi membawa konsekuensi pada melonjaknya ongkos jasa pengeboran minyak.

"Masih tingginya harga minyak mentah, membuat usaha jasa pengeboran minyak akan mendapatkan hasil yang menggembirakan tahun ini."

Tapi, menurut Sekjen APMI, tidak semua perusahaan jasa pengeboran minyak menuai pendapatan tinggi dari kenaikan harga minyak mentah yang terjadi sejak 2 tahun lalu.

Pendapatan yang didapat dari perusahaan jasa pengeboran minyak wilayah daratan (onshore), katanya, tidak sepesat perusahaan yang beroperasi di lepas pantai.

Hal itu dimungkinkan, kata Tito, karena produksi minyak yang akan dicapai pada wilayah lepas pantai dan laut dalam jauh lebih besar dibandingkan wilayah daratan.

Masih ada distorsi

Meskipun bisnis pengeboran sedang naik daun, tapi Tito melihat masih ada distorsi dalam praktiknya di lapangan. Indikasinya antara lain terjadi ketidakwajaran dalam perhitungan harga kontrak rig.

"Praktik ini terjadi karena pengusaha [rig] tidak konsisten dalam menentukan rate. Mereka hanya mengejar bagaimana caranya mendapatkan proyek."

Di sisi lain, kata Tito, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) selaku pemilik atau pengelola proyek migas cenderung memilih perusahaan penawar terendah dalam tender jasa pengeboran.

"Akibatnya [untuk mendapatkan proyek] terjadi saling banting harga antarsemasa pengusaha jasa pengeboran. Situasi ini tanpa disadari merusak iklim bisnis migas."

Buat KKKS dan perusahaan rig asing, lanjutnya, situasi tadi mungkin tidak menjadi persoalan karena target dari kehadiran mereka di Indonesia adalah mengejar keuntungan.

Tapi buat pengusaha pengeboran nasional akan menjadi masalah besar karena daya saing menjadi lemah, sehingga kelangsungan usaha terpuruk.

"Akhirnya, Indonesia tidak bisa melahirkan pengusaha jasa pengeboran minyak yang tangguh." (ismail.fahmi@bisnis.co.id)

Oleh Ismail Fahmi

Bisnis Indonesia