Thursday, July 3, 2008

Kontroversi leveraged buyout Apexindo

Bisnis Indonesia --- Sulit untuk tidak mengernyitkan dahi ketika mencermati transaksi penjualan saham PT Apexindo Pratama Duta Tbk kepada PT Mitra Rajasa Tbk. Keluarga Panigoro memutuskan melego 80,6% saham perusahaan pengeboran ini di harga Rp2.450 per saham pada 9 Juni senilai Rp5,19 triliun.

Meski harga divestasi itu premium 11,36% dibandingkan dengan harga pasar tertinggi Rp2.200, selisihnya hanya Rp50 per saham atau 2,08% dibandingkan dengan harga pembelian keluarga Panigoro (lewat Encore International Ltd) dari dua pemegang saham sebelumnya Rp2.400.

Bahkan, angka itu melorot 10% (Rp250) dibandingkan dengan penawaran awal tahun senilai Rp2.700, yang membuat Essar Oil (India) dan 3i Group Plc mundur karena menilai harga itu terlalu mahal (Bisnis, 16 Januari).

Lebih unik lagi, Mitra Rajasa dalam transaksi ini ibarat menjadi Daud yang berhasil mencaplok Goliath setelah lebih dulu menyisihkan raksasa lain pesaing terganasnya.

Berdasarkan data Bloomberg, Mitra Rajasa tercatat hanya memiliki aset US$119,98 juta (per Desember 2007), atau empat kali lebih kecil dari aset Apexindo senilai US$489,48 juta.

Mitra Rajasa adalah perusahaan transportasi darat, yang baru mencicipi bisnis migas tahun lalu dengan mengakuisisi Sabre Systems International Pte Ltd (SSI) dan PT Pulau Kencana Raya (PKR). Itupun dengan menggalang dana dari utang pasar modal (emisi obligasi).

Harga saham Mitra Rajasa sejak 2006 hingga Agustus 2007 tergolong anteng. Waktu itu, saham Mitra Rajasa juga termasuk tak likuid. Harga rata-rata saham Mitra Rajasa hanya berkisar Rp28,35 per saham. Pemain pasar juga jarang menyebut nama Mitra Rajasa.

Namun, saham kurang likuid itu menggeliat sejak 28 Agustus tahun lalu yang masih di posisi Rp44,95. Setelah itu, saham Mitra Rajasa terbang secara perlahan hingga mencapai level Rp300 per saham pada penutupan 26 September tahun lalu.

Penjualan Apexindo kepada Mitra Rajasa, membuat manajemen PT Pertamina mencak-mencak karena merasa diperlakukan tidak adil. BUMN penguasa minyak nasional ini dikabarkan menawar saham Apexindo maksimal Rp2.625 per saham, senasib dengan Northern Offshore Drilling asal Norwegia yang juga terpental dari divestasi.

Transaksi yang terlihat aneh ini mengundang perhatian berbagai pihak mulai dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), Ditjen Pajak, hingga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Namun, pelaku pasar merespons transaksi tersebut secara wajar, sehingga harga saham ketiga emiten itu bergerak proporsional.

Pemodal mengapresiasi saham berkode Mitra Rajasa yang dalam transaksi itu berposisi sebagai pemenang. Saham mereka di pasar (MIRA) harganya ditutup pada level Rp740 atau menguat 76,2% (Rp320) dibandingkan dengan posisi pada akhir tahun Rp420.

Di sisi lain, saham Apexindo (APEX) yang dalam transaksi itu hanya menjadi obyek, sahamnya ditransaksikan secara datar di level Rp2.100, tidak beranjak dari posisi penutupan akhir 2007.

Pada umumnya, saham yang menjadi objek akuisisi dan berpotensi di-serap oleh pembeli baru dalam pe- nawaran tender biasanya langsung melonjak ketika kesepakatan akuisisi diumumkan ke publik.

Namun, pada penjualan Apexindo, harga sahamnya justru tak melonjak. Harga saham Mitra Rajasa yang justru terbang.

Sebaliknya, saham Medco (MEDC) justru dibanting, sehingga harganya kemarin ditutup di level Rp4.750 atau melemah 8,2% (Rp400) dibandingkan dengan posisi akhir tahun lalu Rp5.150.

Leveraged buyout

Analis PT Optima Karya Capital Securities Ikhsan Binarto menilai Mitra Rajasa memiliki kekuatan pendanaan akuisisi dengan mengoptimalkan leverage yang masih rendah, atau biasa dikenal dengan akuisisi melalui utang dengan menjaminkan objek perusahaan yang dibeli (leveraged buyout).

Perseroan, katanya, kemungkinan menerbitkan obligasi tukar senilai US$50 juta-US$75 juta, yang akan dialihkan menjadi saham Mitra Rajasa pada akhir 2008.

"Kami juga percaya Mitra Rajasa akan menerbitkan saham baru dengan rasio 3:4 untuk menggalang dana US$60 juta," tuturnya dalam laporan riset terbarunya.

Sampai sekarang, perseroan menerima US$450 juta melalui komitmen utang dan akan menerbitkan obligasi berjaminan senilai US$115 juta melalui anak usahanya Sabre System International (SSI).

Akibat ekspansi utang tersebut, perseroan akan memasuki periode gearing ratio tinggi sepanjang 2008-2009, menyusul proses pembiayaan akuisisi senilai US$565 juta itu akibat beban utang, obligasi tukar, dan obligasi jaminan.

"Kami memperkirakan gearing bersih yang berada di posisi 0,5 kali pada 2007, akan meningkat menjadi 2,5 kali pada 2008, dan turun lagi menjadi 0,9 kali pada 2009," ujar Ikhsan.

Biaya pendanaan Mitra Rajasa sepanjang 2008- 2010 diperkirakan meningkat menjadi 22 kali. "Namun, pendapatan Mitra dalam bentuk dolar AS akan memberikan hedging [lindung nilai]."

Ikhsan memperkirakan pendapatan Apexindo akan mendongkrak pendapatan konsolidasi Mitra Rajasa sebesar sepuluh kali lipat hingga 2009.

Dia menetapkan target harga MIRA senilai Rp1.375 per saham yang merefleksikan dampak akuisisi dan merekomendasikan beli dengan potensi kenaikan 94%.(arif.gunawan@bisnis.co.id)

Oleh Arif Gunawan S.

Wartawan Bisnis Indonesia

Kontroversi leveraged buyout Apexindo

Bisnis Indonesia --- Sulit untuk tidak mengernyitkan dahi ketika mencermati transaksi penjualan saham PT Apexindo Pratama Duta Tbk kepada PT Mitra Rajasa Tbk. Keluarga Panigoro memutuskan melego 80,6% saham perusahaan pengeboran ini di harga Rp2.450 per saham pada 9 Juni senilai Rp5,19 triliun.

Meski harga divestasi itu premium 11,36% dibandingkan dengan harga pasar tertinggi Rp2.200, selisihnya hanya Rp50 per saham atau 2,08% dibandingkan dengan harga pembelian keluarga Panigoro (lewat Encore International Ltd) dari dua pemegang saham sebelumnya Rp2.400.

Bahkan, angka itu melorot 10% (Rp250) dibandingkan dengan penawaran awal tahun senilai Rp2.700, yang membuat Essar Oil (India) dan 3i Group Plc mundur karena menilai harga itu terlalu mahal (Bisnis, 16 Januari).

Lebih unik lagi, Mitra Rajasa dalam transaksi ini ibarat menjadi Daud yang berhasil mencaplok Goliath setelah lebih dulu menyisihkan raksasa lain pesaing terganasnya.

Berdasarkan data Bloomberg, Mitra Rajasa tercatat hanya memiliki aset US$119,98 juta (per Desember 2007), atau empat kali lebih kecil dari aset Apexindo senilai US$489,48 juta.

Mitra Rajasa adalah perusahaan transportasi darat, yang baru mencicipi bisnis migas tahun lalu dengan mengakuisisi Sabre Systems International Pte Ltd (SSI) dan PT Pulau Kencana Raya (PKR). Itupun dengan menggalang dana dari utang pasar modal (emisi obligasi).

Harga saham Mitra Rajasa sejak 2006 hingga Agustus 2007 tergolong anteng. Waktu itu, saham Mitra Rajasa juga termasuk tak likuid. Harga rata-rata saham Mitra Rajasa hanya berkisar Rp28,35 per saham. Pemain pasar juga jarang menyebut nama Mitra Rajasa.

Namun, saham kurang likuid itu menggeliat sejak 28 Agustus tahun lalu yang masih di posisi Rp44,95. Setelah itu, saham Mitra Rajasa terbang secara perlahan hingga mencapai level Rp300 per saham pada penutupan 26 September tahun lalu.

Penjualan Apexindo kepada Mitra Rajasa, membuat manajemen PT Pertamina mencak-mencak karena merasa diperlakukan tidak adil. BUMN penguasa minyak nasional ini dikabarkan menawar saham Apexindo maksimal Rp2.625 per saham, senasib dengan Northern Offshore Drilling asal Norwegia yang juga terpental dari divestasi.

Transaksi yang terlihat aneh ini mengundang perhatian berbagai pihak mulai dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), Ditjen Pajak, hingga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Namun, pelaku pasar merespons transaksi tersebut secara wajar, sehingga harga saham ketiga emiten itu bergerak proporsional.

Pemodal mengapresiasi saham berkode Mitra Rajasa yang dalam transaksi itu berposisi sebagai pemenang. Saham mereka di pasar (MIRA) harganya ditutup pada level Rp740 atau menguat 76,2% (Rp320) dibandingkan dengan posisi pada akhir tahun Rp420.

Di sisi lain, saham Apexindo (APEX) yang dalam transaksi itu hanya menjadi obyek, sahamnya ditransaksikan secara datar di level Rp2.100, tidak beranjak dari posisi penutupan akhir 2007.

Pada umumnya, saham yang menjadi objek akuisisi dan berpotensi di-serap oleh pembeli baru dalam pe- nawaran tender biasanya langsung melonjak ketika kesepakatan akuisisi diumumkan ke publik.

Namun, pada penjualan Apexindo, harga sahamnya justru tak melonjak. Harga saham Mitra Rajasa yang justru terbang.

Sebaliknya, saham Medco (MEDC) justru dibanting, sehingga harganya kemarin ditutup di level Rp4.750 atau melemah 8,2% (Rp400) dibandingkan dengan posisi akhir tahun lalu Rp5.150.

Leveraged buyout

Analis PT Optima Karya Capital Securities Ikhsan Binarto menilai Mitra Rajasa memiliki kekuatan pendanaan akuisisi dengan mengoptimalkan leverage yang masih rendah, atau biasa dikenal dengan akuisisi melalui utang dengan menjaminkan objek perusahaan yang dibeli (leveraged buyout).

Perseroan, katanya, kemungkinan menerbitkan obligasi tukar senilai US$50 juta-US$75 juta, yang akan dialihkan menjadi saham Mitra Rajasa pada akhir 2008.

"Kami juga percaya Mitra Rajasa akan menerbitkan saham baru dengan rasio 3:4 untuk menggalang dana US$60 juta," tuturnya dalam laporan riset terbarunya.

Sampai sekarang, perseroan menerima US$450 juta melalui komitmen utang dan akan menerbitkan obligasi berjaminan senilai US$115 juta melalui anak usahanya Sabre System International (SSI).

Akibat ekspansi utang tersebut, perseroan akan memasuki periode gearing ratio tinggi sepanjang 2008-2009, menyusul proses pembiayaan akuisisi senilai US$565 juta itu akibat beban utang, obligasi tukar, dan obligasi jaminan.

"Kami memperkirakan gearing bersih yang berada di posisi 0,5 kali pada 2007, akan meningkat menjadi 2,5 kali pada 2008, dan turun lagi menjadi 0,9 kali pada 2009," ujar Ikhsan.

Biaya pendanaan Mitra Rajasa sepanjang 2008- 2010 diperkirakan meningkat menjadi 22 kali. "Namun, pendapatan Mitra dalam bentuk dolar AS akan memberikan hedging [lindung nilai]."

Ikhsan memperkirakan pendapatan Apexindo akan mendongkrak pendapatan konsolidasi Mitra Rajasa sebesar sepuluh kali lipat hingga 2009.

Dia menetapkan target harga MIRA senilai Rp1.375 per saham yang merefleksikan dampak akuisisi dan merekomendasikan beli dengan potensi kenaikan 94%.(arif.gunawan@bisnis.co.id)

Oleh Arif Gunawan S.

Wartawan Bisnis Indonesia

Oil firm rebuilds school in remote area

Nurni Sulaiman, The Jakarta Post/Kutai Kartanegara --- Pupils ran and played happily around their new school building at SDN 1 elementary school, which is located in remote Saliki village in Kutai Kartanegara regency, East Kalimantan.

To arrive at the school, one must turn off the paved road and travel along a 20-kilometer dirt road, which takes about 30 to 40 minutes by car. If it rains, only four-wheeldrive

vehicles can traverse the road to reach the village.

The school is located around 100 kilometers from Tenggarong, Kutai Kartanegara's capital.

Most of the 232 registered students stay at home when it rains due to the long distances they have to travel and the lack of transportation. They usually get to school by hitching a ride on palm oil company trucks.

"I always go to school by hitching a ride on a truck. My family as well as the others are poor. Most of us stay home and cannot go to school when it rains," said sixth grader Sandy.

The school, which was fomerly built of wood, has just been rebuilt by oil and gas company PT Apexindo Pratama Duta.

"It was far from appropriate for students as well as teachers before. Thanks to the company, our spirits have been uplifted by the new building," school principal Ari Wiyono told The Jakarta Post recently.

Construction work on the school was completed .in February and it was officially handed over to the local administration by the company's president, Hetriono Kartowisastro,

on June 12.

"The construction of SDN 1 Saliki is part of Apexindo's corporate social responsibility program which is expected to contribute to the improvement of education for a wider community," Hetriono said.

"With proper facilities in place, we expect students' enthusiasm to study and learn to increase. We hope SDN 1 Saliki will be able to produce skilled manpower in the future," he said.

Kutai Kartanegara regency administration assistant Edi Damansyah talked about the benefits the building would bring in his inaugural speech.

"Apexindo is one of the companies operating in Kutai Kartanegara. We welcome any positive cooperation with the business community and hope that the finn's initiative

could encourage others to do the same," Damansyah said.

Apexindo spent about Rp 670 million (approximately US$74,400) to rebuild the school. Students have been able to learn in a much better atmosphere since last February.

The school building consists of seven classrooms, a teachers' room and four bathrooms. The company has also equipped the school with learning equipment and desks and chairs for students.

LBO Apexindo Dipertanyakan

JAKARTA, Okezone - Hingga saat ini belum ada kejelasan pasti mengenai transaksi leveraged buyout (peminjaman dana dari utang) atau yang dikenal dengan LBO. Transaksi tersebut terjadi pada pelepasan saham PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX) kepada PT Mitra Rajasa Tbk (MIRA).

"MIRA memiliki kekuatan pendanaan akuisisi dengan mengoptimalkan leverage yang masih rendah, atau biasa dikenal dengan akuisisi melalui utang dengan menjaminkan objek perusahaan yang dibeli (leveraged buyout)," ujar analis PT Optima Karya Capital Securities Ikhsan Binarto, saat dihubungi okezone di Jakarta, Kamis (3/7/2008).

Apexindo kemungkinan menerbitkan obligasi tukar senilai USD50-75 juta, yang akan dialihkan menjadi saham MIRA pada akhir 2008. "Kami juga percaya Mitra Rajasa akan menerbitkan saham baru dengan rasio 3:4 untuk menggalang dana USD60 juta," tuturnya.

Sampai sekarang, perseroan menerima USD450 juta melalui komitmen utang dan akan menerbitkan obligasi berjaminan senilai USD115 juta melalui anak usahanya Sabre System International (SSI). Adapun biaya pendanaan MIRA sepanjang 2008-2010 diperkirakan meningkat menjadi 22 kali. "Namun, pendapatan MIRA dalam bentuk USD akan memberikan hedging (lindung nilai)," tambahnya.

Ikhsan memperkirakan pendapatan Apexindo akan mendongkrak pendapatan konsolidasi MIRA sebesar sepuluh kali lipat hingga 2009 mendatang. Ia menetapkan target harga MIRA senilai Rp1.375 per saham yang merefleksikan dampak akuisisi dan merekomendasikan beli dengan potensi kenaikan 94 persen.

Seperti diketahui, transaksi antara Apexindo dengan MIRA dilakukan pada 9 Juni 2008 lalu di Graha Niaga pukul 13.00-15.00. Di mana telah terjadi kesepakatan transaksi penjualan saham APEX kepada MIRA. Adapun keluarga Panigoro memutuskan melepaskan 80,6 persen saham perusahaan ini di harga Rp2.450 per saham senilai Rp5,19 triliun.(ade) (jri)