Friday, September 21, 2007

Tujuh Perusahaan Incar Apexindo

Jakarta (Media Indonesia): Tujuh perusahaan bersaing memperebutkan 51% saham perusahaan pengeboran minyak PT Apexindo Pratama Tbk senilai lebih dari US$500 juta atau Rp4,5 triliun yang dimiliki Medco Energy (Medco).

Dari tujuh perusahaan itu, empat di antaranya merupakan perusahaan investasi asing raksasa. Sedangkan untuk calon pembeli lokal diantaranya perusahaan infrastruktur milik pengusaha Aksa Mahmud.

Sumber Media Indonesia yang mengetahui proses penawaran 51% saham Apexindo ini mengungkapkan empat perusahaan investasi asing itu adalah Texas Pasific Group (TPG) asal Amerika Serikat (AS), CVC Investment Group (AS), dan 3i Investment Group Plc asal Inggris.

TPG, Charlie, dan CVC merupakan tiga di antara lima perusahaan investasi (private equity fund) terbesar di AS. Sedangkan 3i merupakan salah satu perusahaan investasi terbesar di Inggris dan Eropa.

Di Asia Pasifik, TPG baru saja mengakuisisi maskapai penerbangan Australia, Qantas. Sedangkan di Indonesia, TPG melalui afiliasinya, North Star Equity Partners, yang dipimin pengusaha muda Patrick Walujo, juga telah mengakuisisi Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) dan meminati Garuda Indonesia.

Sedangkan Carlile merupakan perusahaan investasi yang secara historis selalu dipimpin mantan petinggi pemerintahan AS dari Partai Republik. Keempat perusahaan investasi asing tersebut masing-masing mengelola dana lebih dari US$100 miliar.

Peminat lokal yang turut serta dalam persaingan perebutan Apexindo antara lain PT Nusantara Infrastructure Tbk, yang mayoritas sahamnya dimiliki kelompok Bosowa melalui anak usahanya, PT Nusantara Konstruksi Indonesia (NKI).

Bosowa sendiri dimiliki oleh pengusaha asal Makassar, Aksa Mahmud. Menurut sumber tersebut, Nusantara Infrastructure sebenarnya tidak masuk dalam daftar perusahaan yang diundang oleh Medco untuk ikut tender akuisisi Apexindo. “Namun, menjelang penutupan pengajuan minat, Nusantara tiba-tiba masuk dan mengajukan surat minat,” ungkap sumber tersebut.

Sedangkan dua perusahaan lokal lainnya merupakan perusahaan investasi dan pemilik sebuah tambang batu bara di Kalimantan yang dipimpin oleh para pengusaha muda.

Nilai aset US$1,1 miliar

Sementara itu, dalam penghitungan yang dilakukan oleh Credit Suisse selaku konsultan keuangan penjualan, nilai aset Apexindo diperkirakan berkisar US$1,1 miliar atau sekitar Rp10 triliun. Jumlah ini berarti lebih dari 10 kali EBITDA (earning, before income tax depreciation and amortization) Apexindo, yang pada tahun lalu tercatat kurang lebih US$90 juta.

Berdasarkan perhitungan tersebut, nilai 51% saham Apexindo yang dimiliki Medco diperkirakan bernilai kurang lebih US$500 juta.

Saat ini proses penjualan Apexindo akan segera memasuki tahap due dilligence setelah masa pengajuan minat ditutup Rabu (19/9) kemarin. Diharapkan awal November nanti proses penjualan Apexindo akan selesai.

Apexindo sendiri menginginkan investor di bidang usaha sejenis menjadi pembelinya. Hal itu dinilai lebih efektif untuk mendukung kinerja perseroan selanjutnya. “Kalau dibeli oleh perusahaan sejenis, mungkin kita akan dilebur dengan usaha mereka dan kita bisa menjadi lebih berkembang,” ujar Dirut Apexindo Hertriono Kartowisastro.

Selain dikuasai Medco, 32% Apexindo dimiliki oleh perusahaan pengeboran asal Norwegia, Seadrill, dan sisanya 17% dimiliki oleh publik. (Dre/CR-79/E-1)

Kontrak Rig Apexindo Naik 100%

JAKARTA (Seputar Indonesia) – PT Apexindo Pratama Duta Tbk optimistis pendapatan dari anjungan pengeboran (rig) akan meningkat dua kali lipat pada tahun depan.

Sikap optimistis manajemen perseroan didasarkan pada kenaikan tarif sewa harian yang mencapai 100% dari dua anjungan pengeboran, yang beroperasi pada paruh kedua tahun ini dan tahun depan. ”Pendapatan dari Rig Raniworo tahun depan naik dari USD72.000 menjadi USD146.000,” ungkap Direktur Utama Apexindo Pratama Duta Hertriono Kartowisastro di Jakarta kemarin. Dia menuturkan, kenaikan pendapatan yang cukup signifikan tersebut disebabkan kontrak Rig Raniworo naik 100% dibandingkan kontrak sebelumnya dari Cresent Petroleum.

Tahun ini Rig Raniworo akan dibawa dari Iran ke Jawa Timur untuk mengerjakan kontrak dari Santos. Sampai akhir tahun ini, menurut Hertriono, pendapatan perseroan juga diperkirakan meningkat dengan beroperasinya Rig Soehanah. Peningkatan pendapatan itu didorong segmen anjungan pengeboran darat yang naik 88,6% menjadi Rp529,5 miliar, dari semula Rp280,8 miliar. Di sisi lain, segmen rig laut menyumbang pendapatan Rp906,4 miliar, atau naik hanya 6% dari Rp854,7 miliar. Apexindo telah mengantongi empat kontrak pengeboran baru dan perpanjangan kontrak lama dengan total nilai proyek USD22,5 juta.

Perseroan mendapat perpanjangan kontrak USD13,9 juta untuk pengeboran selama enam bulan di Kalimantan Timur dari VICO untuk Rig 9 dan Rig 10. Kontrak untuk Rig 15 dari Pearoil (Tungkal) Limited senilai USD2,6 juta,kontrak Rig 8 sebesar USD2,5 juta dolar dari Lundin Blora BV, dan Rig 2 dari joint operation body (JOB) Pertamina- Medco Tomori senilai USD3,5 juta. Pada Desember 2006, perseroan mencatatkan pendapatan USD156 juta. Sedangkan sampai semester I/ 2007, pendapatan perseroan tercatat USD81 juta. Mengenai rencana penjualan Apexindo oleh induk perusahaan PT Medco Energi International Tbk, Hertriono berharap perseroan akan dibeli perusahaan yang mempunyai bidang sama.

Hal ini dipandang sangat membantu untuk meningkatkan kinerja perseroan. Jika dibeli sebuah institusi keuangan, sering kali hanya dibeli untuk kemudian dijual kembali. Jadi, saat ini kemungkinannya ada dua. Apexindo dibeli perusahaan yang memang bergerak di bidang pengeboran atau dibeli institusi keuangan. ”Kalau dibeli perusahaan sejenis, kemungkinan kita akan dilebur dengan usaha mereka, dan kita bisa menjadi lebih berkembang. Jika dibeli investment banking atau institusi keuangan, nanti kita lihat saja apa yang akan dilakukan terhadap Apexindo,” tambahnya.

Lebih jauh, dia menuturkan nilai penjualan Apexindo harus lebih tinggi dari kapitalisasi perseroan saat ini yang sebesar USD700 juta. ”Nilai perkiraan yang diberikan investor tidak boleh lebih kecil dari nilai itu. Jika lebih kecil maka tidak akan ada bedanya dengan investor tersebut masuk melalui pasar saham,”ujarnya. Selain Medco, saat ini Apexindo dimiliki Asian Opportunities Fund I Segregated sebanyak 15,858%, serta CIMB-GK Securities Pte Ltd sebanyak 15,858% dan publik sebanyak 16,742%.

Dihubungi terpisah, analis Bhakti Securities Budi Ruseno mempertanyakan alasan penjualan Apexindo oleh Medco. Menurut dia, hal itu sangat aneh di tengah industri pertambangan yang saat ini sedang booming. ”Ada apa Medco melepas Apexindo,”tanyanya. Budi mendukung jika nantinya Apexindo dikuasai oleh perusahaan sejenis. Hal itu akan membuat Apexindo lebih berkembang. ”Kalau perusahaan itu concern dengan usaha yang dilakukan oleh Apexindo, tentu ini akan sangat bagus,” tambahnya. (rakhmat baihaqi)

Investor Strategis Apexindo Bukan dari Kanada

Jakarta, Kompas --- Rencana PT Medco Energi Tbk untuk melepas 51,385 persen saham miliknya di PT Apexindo Pratama Duta diawali dengan mengundang 50 investor strategis. Dalam pemberitaan Rabu (19/9), disebutkan bahwa salah satu dari 50 perusahaan tersebut merupakan perusahaan dengan bidang usaha sejenis yang berasal dari Kanada. Presiden Direktur Apexindo Hertriono Kartowisastro kemarin menyatakan, perusahaan dari Kanada tersebut hanya merupakan ilustrasi mengenai perusahaan asing yang bergerak di bidang yang sama. Perusahaan tersebut tidak secara spesifik sebagai calon investor strategis dalam penjualan Apexindo. (*/tav)

Apexindo Optimistis Tingkatkan Pendapatan

JAKARTA, Bisnis Indonesia -- Perusahaan jasa pemboran minyak, PT Apexindo Pratama Duta Tbk, optimistis, pendapatan perseroan akan meningkat signifikan. Peningkatan tersebut akan diperoleh dari dua anjungan pengeboran (rig) yang beroperasi pada paruh kedua tahun ini dan 2008 mendatang.

''Tahun ini rig Raniworo akan dibawa dari Iran ke Jawa Timur untuk mengerjakan kontrak dari Santos," kata Dirut Apexindo, Hertriono Kartowisastro, di Jakarta, Rabu (19/9) malam. Menurutnya, pendapatan perseroan tahun depan dari rig Raniworo bisa meningkat dua kali lipat, dari 72 ribu dolar AS menjadi 146 ribu dolar AS. Menurut Hertriono, tarif sewa harian yang dikantongi Raniworo sudah naik 100 persen, dibandingkan kontrak sebelumnya bersama Cresent Petroleum.

Sementara sampai akhir tahun ini, pendapatan perseroan juga diperkirakan meningkat dengan beroperasinya rig Soehanah. Peningkatan pendapatan itu didorong segmen anjungan pengeboran darat yang naik 88,6 persen menjadi Rp529,5 miliar, dari semula Rp 280,8 miliar. Di sisi lain, segmen rig laut menyumbang pendapatan Rp 906,4 miliar, atau hanya naik 6 persen dari sebelumnya, Rp 854,7 miliar.

Pertumbuhan pendapatan tersebut terutama akan didongkrak oleh kontrak dari Total Indonesie yang didapatkan Soehanah, serta dari kontrak baru dengan Santos (Sampang) Pte Ltd untuk jack-up rig Raniworo.

Sampai saat ini Apexindo mengantongi empat kontrak pengeboran baru dan perpanjangan kontrak lama. Semua itu bertotal nilai proyek sebesar 22,5 juta dolar AS. Perseroan mendapat perpanjangan kontrak 13,9 juta dolar AS untuk pengeboran selama enam bulan di Kalimantan Timur dari VICO untuk Rig 9 dan Rig 10.

Selain itu, ada juga kontrak untuk rig 15 dari Pearoil (Tungkal) Limited senilai 2,6 juta dolar AS, kontrak rig 8 sebesar 2,5 juta dolar AS dari Lundin Blora BV, dan rig 2 dari joint operation body (JOB) Pertamina-Medco Tomori, senilai 3,5 juta dolar AS. Pada Desember 2006 lalu perseroan mencatatkan pendapatan 156 juta dolar AS. Sedangkan sampai semester pertama 2007, pendapatan perseroan tercatat 81 juta dolar AS.

Terkait rencana penjualan saham Apexindo oleh PT Medco Energi Internasional Tbk sebagai induk perusahaan, Hertriono menuturkan, pihaknya menjadi lebih leluasa dalam mencari sumber pendanaan. Dengan pendanaan dari luar, memungkinkan Apexindo tumbuh dengan cara organik seperti membeli rig baru atau non organik dengan penggabungan usaha (merger) atau akuisisi.

Medco Energi berencana menawarkan kepemilikan sahamnya di anak Apexindo kepada 50 calon pembeli strategis Internasional. Dari 50 investor yang mendapatkan penawaran, sebagian besar merupakan lembaga keuangan (investment bank company).

Hertriono menambahkan, penawaran kepada lembaga keuangan itu akan memperbesar peluang untuk mempertahankan manajerial Apexindo. Pasalnya, lembaga keuangan dipandang tidak memiliki keahlian. Ia juga tidak menutup kemungkinan calon pembeli dari pihak domestik. "Bisa saja dari pihak domestik tapi dananya masuk dari luar negeri," kata Hertriono. ria