Friday, August 31, 2007

Apexindo teken kontrak US$863.630

JAKARTA, Bisnis Indonesia: Perusahaan pengeboran PT Apexindo Pratama Duta Tbk menandatangani letter of intent dengan PT Medco E&P Indonesia pada 27 Agustus 2007 dengan total estimasi nilai maksimum kontrak US$863.630 untuk pengeboran darat.

Dalam keterbukaan informasinya kepada Bursa Efek Jakarta, pekan ini disebutkan Apexindo akan menggunakan rig 15 untuk mengebor sumur Tunas, Sumsel yang akan berakhir pada 27 Oktober 2007. (Bisnis/wiw)

Apexindo Dapat Kontrak Baru

JAKARTA, Koran Tempo -- PT Apexindo Pratama Duta Tbk. mendapatkan kontrak pekerjaan pengeboran darat dari PT Medco E&P Indonesia senilai US$ 863,63 juta.

Sekretaris Perusahaan Apexindo Ade R. Satari dalam penjelasannya kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan mengatakan penandatanganan letter of intent atas kontrak itu telah dilakukan pada 27 Agustus 2007.

Dalam perjanjian itu disebutkan perseroan akan melakukan pengeboran darat, yang akan dikerjakan Rig 15, di lokasi pengeboran Sumur Tunas, Provinsi Sumatera Selatan. Pekerjaan itu akan diselesaikan pada 27 Oktober 2007.

Dijelaskan juga transaksi tersebut tidak mengandung benturan kepentingan sehingga tidak memerlukan persetujuan rapat umum pemegang saham luar biasa.

Wednesday, August 15, 2007

Apexindo Bangun TKK PKK 96 Sindet

Kedaulatan Rakyat, Imogiri (KR) – Peningkatan taraf pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dari PT Apexindo Pratama Duta Tbk (Apexindo) dalam memaksimalkan aspek tanggung jawab social perusahaan. Diantaranya dengan membangun gedung sarana pendidikan seperti TK PKK 96 Sindet Wukirsari Imogiri.

Demikian disampaikan Dirut PT Apexindo, Hertriono Kartowisastro pada peresmian gedung TK PKK 9 Sindet, Selasa (14/8). Gedung TK PKK tersebut dibangun PT Apexindo setelah roboh akibat gempa bumi 27 Mei 2006 lalu. Hadir dalam acara itu Asistem II Bidang Fasilitasi dan Investasi Pemprop DIY Suhartuti Sutopo, pejabat Medco Group Yani Yuhani Panigoro, Wakil Bupati Bantul Drs H Sumarno PRS dan warga sekitar.

Kepedulian Apexindo bagi korban gempa di Bantul, telah dilakukan dengan pemberian berbagai bantuan sejak sekitar setahun silam. Seperti penyaluran bantuan logistik sehari pasca gempa, juga mendirikan Posko Apexindo Peduli Yogya. Sedangkan bantuan pembangunan gedung sekolah, selain di Sindet juga membangun gedung SDN Bendonsari Desa Canden Jetis.

Sementara itu H. Sumarno PRS dalam sambutannya mengakui bahwa bantuan yang diberikan oleh dunia usaha pada korban gempa, menunjukkan itikad baik dan mampu memberikan manfaat riil. Apalagi Pemkab Bantul tengah membangun dunia pendidikan, sehingga kepedulian para donatur termasuk PT Apexindo sejalan dengan program pembangunan Pemkab Bantul.

Apexindo dan Medco Resmikan TK

Bernas Yogya, Imogiri – Memaksimalkan penyelenggaraan aspek tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), PT Apexindo Pratama Duta Tbk bersama dengan Medco Foundation meresmikan Gedung Sekolah Taman Kanak-kanak (TK) PKK 96 di Dusun Sindet, Desa Wukirsari, Imogiri, Bantul, Sleasa (14/8). Gedung TK tersebut rusak akibat gempa 27 Mei 2006.

“Pendidikan merupakan salah satu prioritas utama kami dengan menyediakan bangunan sekolah-sekolah,” tutur Direktur Utama Perseroan, Hertriono Kartowisastro bersama dengan Yani Yuhani Panigoro dari Medco group. Peresmian dihadiri Wakil Bupati Bantul H. Sumarno PRS, Suhartuti Soetopo perwakilan Gubernur DIY dan jajaran Muspida setempat.

“Melanjutkan komitmen membantu pendidikan saat ini Apexindo juga sedang menyusun program pembangunan gedung sekolah di Kalimantan Timur. Sebelumnya kita juga membangun gedung SD Bendosari di wilayah Canden, Jetis, Bantul yang juga mengalami kerusakan parah akibat gempa satu tahun yang lalu,” kata Hertriono lebih lanjut.

Hertriono menyebutkan sejak gempa melanda DIY dan sekitarnya, berbagai bentuk bantuan dilakukan Apexindo mulai dari penyaluran bantuan logistik sehari setelah gempa, hingga pembangunan sekolah dan lainnya. Manajemen Aoexindo langsung menyalurkan bantuan melalui Posko Jenggala sebuah organisasi sosial kemanusiaan milik Medco Group. Apexindo juga mendirikan Posko Apexindo Peduli Yogyakarta dengan basis di Sleman.

Yani Yuhani Panigoro dari Medco Group menambahkan bantuan untuk pembangunan TK mencapai Rp 165 juta juga mampu menggerakkan dukungan warga. “Medco Group sejak gempa juga membantu pembangunan SD Gondosuli, sebagai wujud kepedulian pendidikan bangsa. Kita akan terjun dan pantau terus sampai mandiri, sebab pendidikan tidak hanya untuk generasi saat ini juga generasi selanjutnya,” ucap Yani.

Sedangkan Wakil Bupati H. Sumarno PRS mewakili Bupati Bantul H. Idham Samawi menyatakan dukungan ini menyiratkan itikad aik dunia usaha untuk memberi manfaat yang nyata bagi masyarakat. “Manfaat terasa nyata dalam program restrukturisasi daerah, kami berharap kerjasama Pemda dan dunia usaha seperti ini bisa terus berlanjut,” ujarnya.

Tuesday, August 14, 2007

Bantuan Apexindo Diserahkan

Bernas Yogya, Danurejan – Apexindo dan Medco Foundation sebagai salah satu donator bagi korban gempa di Bantul, Selasa (14/8) hari ini secara resmi menyerahkan bantuan. Menurut Vice President Compliance Corporate PT Apexindo, Ade R. Satari, bantuan yang akan diserahkan berupa gedung TK PKK 96 di wilayah Sindet, Wukirsari, Imogiri, Bantul.

Dipilihnya gedung TK di Sindet sebagai sasaran bantuan dikarenakan sektor pendidikan merupakan elemen dasar dan penting bagi pembangunan masyarakat. “Pendidikan merupakan elemen penting dan mendasar bagi masyarakat, maka pembangunan gedung TK ini menjadi salah satu bentuk perwujudannya, dan kita serahkan kepada pemerintah daerah,” kata Ade, Senin (13/8) di Hotel Melia.

Selain gedung TK di Sindet, Apexindo dan Medco, menurut Ade, juga membangun gedung SD Bendosari di wilayah Canden, Jetis, Bantul yang juga mengalami kerusakan parah akibat gempa 27 Mei 2006.

Bahkan sebagai wujud oerhatian terhadap pendidikan, Apexindo juga memberikan bantuan tidak hanya di lokasi bencana tetapi juga ke seluruh wilayah Indonesia. Salah satu lokasi yang menjadi sasaran adalah Kalimantan Timur, tempat eksplorasi yang selama ini dilakukan Apexindo.

Friday, August 10, 2007

Kredit ke Sektor Migas Naik 516%

JAKARTA, Investor Daily --- Pembiayaan perbankan kepada industri minyak dan gas bertumbuh 516% selama periode 2004-Juni 2007 dari Rp 1,8 triliun menjadi Rp 11,3 triliun. Sektor ini membutuhkan pendanaan dari bank sebesar US$ 12 miliar per tahun. Sebagian besar dana itu dialokasikan untuk membiayai industri hulu.

“Perbankan bisa membiayai industri migas mulai dari yang kecil (UKM) hingga industri hulu yang besar-besar,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Muliaman D Hadad saat membuka seminar Prospek dan Peluang Usaha Penunjang Migas di Gedung BI Jakarta, Kamis (9/8).

Meski prospektif, Muliaman mengingatkan perbankan untuk memperhitungkan risiko kreditnya, sebab dana yang dibutuhkan industri migas relatif besar. Rasio kredit bermasalah (non performing loan) industri ini turun dari Desember 2006 sebesar 9,4% menjadi 4,4% pada Juni 2007.

“Untuk mengurangi risiko kredit, bank-bank sebaiknya melakukan sindikasi untuk membiayai industri migas yang membutuhkan dana besar. Kalau yang UKM saya rasa tidak masalah,” ujar dia.

Melalui kredit sindikasi, perbankan nasional, lanjut Muliaman, dapat bersaing dengan bank-bank asing yang selama ini lebih banyak memenuhi kebutuhan industri tersebut. Dengan berbagi risiko, bunga yang diberikan bisa lebih rendah, sehingga pelaku industri akan memilih pembiayaan dari perbankan lokal.

Muliaman menambahkan, pembiayaan dari luar negeri lebih banyak dipilih oleh industri migas di sektor hulu. Sementara untuk industri penunjang atau hilir cenderung dibiayai perbankan lokal.

Di tempat yang sama, Dirjen Migas Lulu Sumiarso mengatakan, kebutuhan industri migas di sektor hulu sebanyak US$ 9 miliar, sedangkan sisanya untuk sektor hilir. Dia mengaku, selama ini pembiayaan terbesar lebih disokong pihak asing, sedangkan perbankan nasional masih memperhitungkan tingginya risiko kredit.

Sebelumnya, Direktur Korporasi PT Bank Mandiri Tbk Abdul Rahman mengaku kekurangan tenaga yang paham soal migas dan menilai risikonya cukup tinggi. “Kami belum familiar dengan oil and gas. Kalau dalam eksplorasi itu risikonya tinggi dan butuh biaya besar padahal kami belum punyakeahlian yang kuat di bidang ini,” kata Abdul Rahman.

Hingga saat ini, total kredit yang dikucurkan Bank Mandiri ke sektor migas sekitar Rp 800-900 miliar. Jumlah ini dinilai masih kecil dibandingkan minat bank-bank asing membiayai sektor migas.

Sementara itu, Direktur Korporasi PT Bank Central Asia Tbk Dhalia Ariotedjo mengatakan, pihaknya telah mengucurkan kredit ke beberapa perusahaan besar di industri migas seperti Pertamina dan Apexindo. Namun dia enggan menyebutkan plafon kredit tersebut.

Dhalia mengaku minimnya pembiayaan ke sektor migas dari perbankan lokal disebabkan kebutuhan dana cukup besar dan nilai tukar yang digunakan dalam dolar. Untuk memberikan kredit dalam dolar, pihaknya kesulitan mencari sumber pendanaan. “Kami mungkin hanya bisa membiayai sektor migas melalui sindikasi, sebab BCA masih sulit memberikan pinjaman yang besar dalam dolar,” kata dia. (c104)

Monday, August 6, 2007

Harga minyak & metal dongkrak emiten pertambangan

JAKARTA, Bisnis Indonesia: Harga minyak dan komoditas metal yang melonjak pada semester I/2007 membantu sejumlah emiten pertambangan membukukan kinerja yang kinclong.

Sekarang ini tercatat ada 13 emiten pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Beberapa nama sudah lama bertengger dalam daftar itu, tiga merupakan pendatang baru (lihat tabel).

Satu baru saja masuk bursa pada Juli yakni PT Perdana Karya Perkasa Tbk, sedangkan dua lagi yakni PT ATPK Resources Tbk dan PT Cita Mineral Investindo Tbk berpindah bidang usaha ke pertambangan dari sebelumnya perusahaan tambak dan mebel.

Sebagian besar emiten tersebut telah memublikasikan laporan keuangan semester pertama. Dua BUMN yakni PT Timah Tbk, PT Aneka Tambang Tbk bersama dengan Perdana Karya dan PT Citatah Industri Tbk adalah empat di antaranya yang belum melaporkan kinerjanya ke publik.

Secara umum, pendapatan emiten dalam kurun waktu Januari-Juni 2007 mengalami peningkatan. Begitu pula dengan perolehan laba. Pengecualian terjadi pada PT Energi Mega Persada Tbk, di mana pada pos penjualan dan laba angkanya merosot. Penjualan anjlok 41,36% dari Rp832,33 miliar menjadi Rp488,05 miliar, sedangkan laba bersih tergerus hampir 70% menjadi Rp52,43 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp171,98 miliar.

Hampir senasib, PT Apexindo Pratama Duta Tbk meski membukukan kenaikan pendapatan 19,2% dari US$68,62 juta menjadi US$81,81 juta, perolehan laba bersih perseroan anjlok dari US$16,25 juta menjadi US$15,01 juta akibat penurunan laba nonkas atas transaksi swap.

Sebaliknya, PT Bumi Resources Tbk malah membukukan kenaikan laba yang luar biasa dari US$90,43 juta menjadi US$721,89 juta, atau melonjak hampir delapan kali lipat. Padahal penjualan batu bara perusahaan tambang itu hanya naik 33%.

Perusahaan sejenis yakni PT Pertambangan Batubara Bukit Asam Tbk, yang memang lebih banyak menjual produknya ke dalam negeri, hanya membukukan kenaikan laba sekitar 95%. Pada semester satu, BUMN ini mencatatkan laba sebesar Rp302,22 miliar dari sebelumnya Rp155,16 miliar.

Sedang tinggi

PT International Nickel Indonesia Tbk juga membukukan lonjakan laba sebesar 473% dari US$123,28 juta jadi US$707,01 juta. Penjualan perusahaan nikel dengan biaya produksi terendah di dunia ini bahkan tembus US$1,30 miliar.

Head of Research Recapital Securities Satrio Utomo menilai kinerja emiten pertambangan pada semester satu ini lebih banyak didorong oleh harga komoditas seperti nikel, timah, batu bara, dan minyak yang sedang tinggi.

Di sisi lain, kenaikan harga BBM diakuinya membayangi kinerja emiten khususnya yang bukan bergerak di pertambangan migas. "Perusahaan pertambangan itu rakus BBM, komponen dalam biaya produksi tinggi. Karena itu investor hendaknya cenderung memilih perusahaan yang bisa menghemat biaya, karena energinya bukan dari BBM," tuturnya, akhir pekan lalu.

Bagi perusahaan migas, kenaikan harga minyak dunia seharusnya mendongkrak penjualan. Namun, Energi Mega malah melempem, dan Medco hanya naik relatif tipis. Hal positif bagi Medco adalah imbas luapan lumpur di Sidoarjo, Jatim telah terdiskon semenjak perseroan menjual kepemilikannya di blok Brantas PSC. (pudji.lestari@bisnis.co.id)

Oleh Pudji Lestari

Bisnis Indonesia

Wednesday, August 1, 2007

Laba Apexindo turun 7,4%

JAKARTA, Bisnis Indonesia: PT Apexindo Pratama Duta Tbk membukukan laba bersih semester I/2007 senilai US$15 juta, turun 7,4% dibandingkan posisi yang sama tahun lalu US$16,2 juta, menyusul penurunan keuntungan nonkas akibat transaksi swap.

Penurunan itu tidak dipicu faktor kinerja karena pada periode sama pendapatan anak usaha PT Medco Energi Internasional Tbk ini justru menguat 19,2% ke posisi US$81,8 juta dibandingkan semester pertama 2006 sebesar US$68,6 juta.

Pelaku pasar melepas saham berkode APEX ini di pasar, sehingga pada penutupan perdagangan kemarin melemah Rp25 ke posisi Rp2.275.

Direktur Keuangan Apexindo Agustinus B. Lomboan mengatakan penurunan keuntungan nonkas dalam laporan keuangan Apexindo yang belum diaudit itu tidak berdampak banyak terhadap kinerja perseroan hingga akhir 2007.

"Laba bersih yang dicatatkan perseroan pada semester pertama 2007 semata-mata diperoleh dari kegiatan operasional dan tidak akan banyak terpengaruh laba atau rugi transaksi swap karena perseroan telah menyajikan laporan keuangan dalam mata uang dolar AS," tuturnya dalam siaran persnya, kemarin.

Transaksi swap adalah transaksi jual beli rupiah dan valuta asing (valas) untuk jangka panjang. Perseroan yang banyak memiliki transaksi dalam mata uang asing biasanya menggunakan skema ini untuk lindung nilai (hedging).

Sementara itu, PT Mandom Indonesia Tbk pada semester I/ tahun ini membukukan kenaikan laba bersih 18,2% menjadi Rp72,67 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp61,49 miliar.

Kenaikan tersebut didukung oleh kenaikan penjualan dalam periode Januari hingga Juni. Penjualan bersih naik 7,2% dari Rp500,89 miliar menjadi Rp537,18 miliar. Dari jumlah itu, penjualan domestik masih mendominasi tercatat mengambil porsi 75,73% dari total atau senilai Rp406,8 miliar. Sementara itu, penjualan ekspor meningkat dari 20,41% menjadi 24,27% atau senilai Rp130,3 miliar.

Wakil Presiden Direktur Mandom Yoshihiro Tsuchitani mengatakan pada semester ini, perseroan mulai menjajaki pasar India. Dengan populasi yang mencapai lima kali lipat dari populasi Indonesia, India menjadi potensi pasar yang besar bagi Mandom.

"Kami akan memperkuat sistem pengembangan produk baru dan juga meneruskan investasi pada biaya iklan dan promosi," tuturnya.

Tsuchitani menambahkan strategi penjualan ke pasar India telah dilakukan pada semester pertama, sehingga pada semester ini perseroan dapat mulai bergerak.

Dia tidak bisa menyebutkan berapa besar ekspor ke negara berpenduduk terbesar kedua dunia itu bakal menyumbang kontribusi karena masih baru.

Oleh Arif Gunawan S. & Pudji Lestari

Bisnis Indonesia

Menangguk gain dari saham Medco

Jakarta, Bisnis Indonesia --- Harga saham PT Medco Energi Internasional Tbk terbang secara fantastis. Sejak ditutup di level Rp3.650 per saham pada 18 Juli, saham itu langsung melonjak hingga kemarin ditutup di posisi Rp4.275. Ada apa dengan Medco Energi?

Perusahaan minyak keluarga Panigoro itu baru-baru ini menyatakan membuka lagi kemungkinan untuk menjual porsi kepemilikan sahamnya di unit usaha pengadaan jasa pengeboran minyak dan gas (migas) PT Apexindo Pratama Duta Tbk.

Padahal, setahun yang lalu, Medco pernah menjajaki upaya transaksi tersebut, tapi tak berlanjut dengan alasan harga yang belum cocok. Kala itu, Agustus 2006, manajemen Medco menyatakan penjualan Apexindo akan menyulitkan Medco dalam mengamankan rig untuk keperluan eksplorasi dan produksi migasnya di masa datang.

Pasalnya, usaha mencari sumber minyak di darat maupun laut meningkat pesat dalam tiga tahun terakhir. Hal ini mendorong usaha penyewaan rig (alat pengeboran migas) menjadi usaha yang laris manis. Akibatnya tarif rig pun meningkat lebih dua kali lipat.

Kini ketika tarif sewa rig memuncak, Presdir Medco Hilmi Panigoro mempertimbangkan kembali keputusan untuk menjual 52% saham Apexindo yang dimilikinya. Sejauh ini, katanya, memang belum ada calon investor yang uji tuntas. Medco juga tengah membahas rasionalisasi aset untuk melihat kemungkinan menambah atau mengurangi aset miliknya.

Sementara itu, dalam riset terbarunya yang terbit pada 20 Juli, analis Credit Suisse Edwin Pang meningkatkan rekomendasi terhadap saham berkode MEDC menjadi outperform dari semula netral. Dia juga mendongkrak target harga saham Medco ini menjadi Rp4.550.

Pada perdagangan 20 Juli, harga saham Medco terbang Rp350 ke level Rp4.100, menyusul spekulasi divestasi Apexindo, isu pembelian kembali saham Medco oleh Keluarga Panigoro di pasar, dan kabar rampungnya proses divestasi 20% saham induk Medco yakni Encore Ltd kepada korporasi Jepang Mitsubishi bernilai setara dengan Rp4.500 per saham.

Namun, menurut Edwin, katalis potensial yang menghasilkan skenario cantik bagi kinerja Medco terletak pada tiga hal. Pertama, adanya kejelasan soal cadangan minyak di Libya-salah satu tempat eksplorasi Medco di luar negeri. Pada 10 Juli, Medco baru saja mengumumkan soal temuan minyak sedikitnya 12.500 barel per hari di sumur yang ada di Blok 47, Libya.

Kedua, kesepakatan positif di Senoro yang dinilai akan mengarah pada penetapan harga jual energi yang bagus. Ketiga, nilai perkalian yang bagus untuk aset pengeborannya.

"Untuk Libya dan aset pengeboran, potensi penjualan adalah katalis untuk realisasi nilai," tuturnya dalam laporan risetnya tentang Medco itu.

Ekspektasi

Dia menambahkan dengan kinerja yang kurang memenuhi ekspektasi (underperformance) sebesar 42% selama lebih dari satu tahun, memungkinkan adanya ruang bagi timbulnya kejutan positif jika katalis terbukti.

Edwin mengungkapkan produksi migas pada 2008-2009 akan digenjot hingga 2010 dan setelahnya. Hal ini telah mendorong Medco memfokuskan perhatian pada asetnya yang ada di luar negeri seperti Libya, lalu juga aset di Senoro, Sulawesi Tengah dan rasionalisasi aset.

Di sisi lain, dia menaikkan asumsi cadangan kotor minyak di Libya sebesar 35-47 derajat API (American Petroleum Institute) menjadi sebesar 300 juta barel minyak (mmbbl) dari semula 125 mmbbl. Hal ini mendongkrak lagi potensi Medco mengingat kepemilikan sahamnya di lapangan Libya itu sebesar 50%. Terbagi dua oleh mitranya perusahaan asal Kanada Verenex, yang juga bertindak selaku operator lapangan.

Sementara itu, khusus untuk Senoro, penetapan jadwal awal produksi gas pada 2010 dinilai akan memberi waktu yang cukup jika EPC ditandatangani pada akhir tahun ini. Meskipun ada risiko penundaan, Edwin menilai Medco kian dekat dengan penyelesaian kesepakatan yang melibatkan pemilik di sektor hulu, belanja modal terminal LNG, dan juga penetapan harga jual gas yang bakal dihasilkan dari lapangan itu.

Dengan banyaknya isu yang memicu sentimen positif, kini sepertinya layak menangguk untung dari kenaikan harga saham Medco. (pudji. lestari@bisnis.co.id)

Oleh Pudji Lestari

Wartawan Bisnis Indonesia