Wednesday, November 28, 2007

Pilih Abacus, Bormindo, atau Apexindo batal dijual?

Pilih Abacus, Bormindo, atau Apexindo batal dijual?

Bisnis Indonesia --- Menjelang babak akhir penentuan pemenang divestasi 51,4% saham PT Apexindo Pratama Duta Tbk, Texas Pacific Group dan Recapital Investment Bank justru tak lolos. Persaingan antara Abacus Capital dan PT Bormindo Nusantara pun semakin mengerucut.

Siapakah yang akhirnya berhasil mengakuisisi Apexindo Abacus atau Bormindo Keputusan akhir tentu berada di tangan Keluarga Panigoro sebagai pengendali PT Medco Energi Internasional Tbk sekaligus pemilik perusahaan pengeboran itu.

Kalau harga tak cocok, bisa-bisa Keluarga Panigoro batal lagi melepas Apexindo seperti tempo dulu dengan alasan bisnis pengeboran sedang bagus.

Abacus menjadi calon pembeli penawar satu-satunya yang berani memasukkan harga penawaran Rp2.450, berarti Rp250 lebih rendah dari permintaan Medco Rp2.700 per saham.

Permintaan harga Rp2.700 dinilai terlalu mahal, tetapi angka itu sudah jauh di atas valuasi Rp1.900 ketika Medco menolak calon pembeli Apexindo yakni Aban Loyd Chiles, China Oilfield Services, dan perusahaan energi asal Norwegia SeaDrill Ltd.

Gara-gara dianggap terlalu mahal, dua calon pembeli potensial Apexindo yakni 3i Group dan Essar Oil mundur teratur dari divestasi itu.

Bila melihat harga minyak dunia yang kini masih bertengger di level US$98 per barel, sewa rig menjadi semakin mahal. Dengan harga minyak yang hingga akhir tahun ini diprediksi bisa melampaui US$100 per barel dari level tertinggi 21 November di posisi US$99,29, tingginya sewa rig memberikan pendapatan yang signifikan bagi Apexindo.

Apalagi, emiten itu memperbarui beberapa kontrak sewa rig, sehingga pendapatan perseroan tahun ini diprediksi menyentuh US$200 juta. Tentu saja sumbangan itu berdampak positif terhadap Medco.

Presiden Direktur Medco Energi Hilmi Panigoro, seperti dikutip Bloomberg beberapa waktu lalu, mengatakan Apexindo kemungkinan membukukan laba bersih US$75 juta tahun depan dan seharusnya dinilai pada 12 kali laba ke depan. Nilai perusahaan itu mencapai US$900 juta atau 51% premium dari nilai pasar.

Medco ingin berkonsentrasi pada bisnis hulu minyak dan gas, sehingga muncul rencana menjual saham Apexindo. Dengan potensi kinerja Apexindo yang kinclong tahun depan, apakah keluarga Panigoro tetap melanjutkan divestasi itu.

Padahal, emiten migas itu juga sudah menyiapkan rapat umum pemegang saham luar biasa pada 27 Desember dengan agenda tunggal yakni meminta restu dari pemegang saham atas rencana penjualan 51,4% saham Apexindo.

Harga saham Apexindo kemarin ditutup turun ke level Rp2.325 dari penutupan sebelumnya Rp2.400.

Spekulasi

Sumber Bisnis menjelaskan Abacus mewakili manajemen Apexindo. Bila divestasi itu dimenangkan Abacus, berarti terjadi management buyout, sehingga tidak ada investor strategis yang masuk.

Bila Bormindo yang memenangkan pembelian Apexindo, cerita bakal berubah. Sumber itu menambahkan PT Nusantara Infrastructure Tbk kemungkinan mengambil alih Bormindo setelah berhasil membeli Apexindo.

Namun, kemungkinan itu dibantah oleh Dirut Nusantara Infrastructure M. Ramdani Basri. "Tak ada hubungan antara Nusantara Infrastructure dan Bormindo Nusantara. Saya dulu kebetulan pernah dipercaya menjadi Komisaris Utama Bormindo," tuturnya.

Nusantara Infrastructure tetap fokus untuk mengembangkan proyek semen, pengolahan air, dan pembangkit listrik. Bahkan, emiten itu juga berencana melebarkan ke bisnis pengeboran minyak.

Berdasarkan laporan Nusantara per September 2007, pemegang saham utama emiten itu adalah PT Bosowa Trading International 59,42% dan Mensa Capital Pte Ltd sebanyak 19,75% saham.

Kepala Riset PT Erdikha Elit Lanang Trihardian menjelaskan Nusantara Infrastructure mempunyai dua bisnis utama yakni jalan tol dan distribusi semen.

"Jalan tol menyumbang pendapatan terbesar Nusantara, sehingga berpotensi menjadi pendorong pertumbuhan," katanya yang beberapa waktu lalu mengunjungi Nusantara (company visit) beberapa waktu lalu.

PER tinggi

Dia mengakui PER saham Nusantara tergolong tinggi karena harga sahamnya naik beberapa waktu lalu.

Harga saham Nusantara kemarin stagnan di level Rp275. Harga saham emiten itu pernah mencapai posisi tertinggi Rp345 per saham. Berdasarkan Bloomberg, rasio harga saham terhadap laba bersih per saham (price to earning ratio/PER) Nusantara kini mencapai 61,31 kali. Level itu tergolong mahal dibandingkan dengan PER grup perusahaan sejenisnya yang masih mencapai 55,93 kali.

Menurut Lanang, Nusantara mempunyai beberapa rencana yang dikembangkan ke depan seperti memasuki bisnis pengolahan air di Batam, pengeboran minyak, dan menjajaki peluang menggabungkan Semen Bosowa ke Nusantara.

"Semuanya masih rencana. Kalau rencana itu berjalan, bisa bagus. Namun, saat ini sumbangan pendapatan terbesar masih berasal dari jalan tol dan sahamnya sudah agak mahal," katanya.

Nusantara juga tengah menjajaki pinjaman bank dari Singapura dan Hong Kong senilai Rp600 miliar-Rp700 miliar yang akan digunakan untuk mengakuisisi perusahaan semen senilai Rp1,8 triliun yang dijadwalkan rampung tahun ini.

"Perusahaan itu [semen] tengah bernegosiasi dengan bank mengenai utangnya karena dengan akuisisi, maka Nusantara akan mengambil alih segala kewajiban yang ditanggung oleh perusahaan semen asal Sulawesi tersebut," ujar Ramdani. (Bisnis, 1 Oktober 2007)

Lanang menambahkan Nusantara mengincar perusahaan pengeboran minyak.

Meski tidak bersedia menyebutkan nama perusahaan pengeboran yang akan dibeli, katanya, Nusantara berencana mengakuisisi perusahaan pengeboran di bawah level Apexindo.

Terkait Semen Bosowa, dia menjelaskan informasi yang diperoleh dari Nusantara menyebutkan prosesnya masih dalam tahap uji tuntas.

Nusantara juga menjajaki kepemilikan 51% saham pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan baku batu bara di luar Jawa bernilai investasi total US$200 juta. Pembangkit listrik tenaga batu bara itu berkapasitas 2x100 MW.

Pendapatan Nusantara hingga akhir tahun ini diperkirakan mencapai Rp200 miliar. Hingga per September 2007, pendapatan Nusantara mencapai Rp136,09 miliar dan laba bersih Rp16,45 miliar. (wisnu.wijaya@bisnis.co.id)

Oleh Wisnu Wijaya
Wartawan Bisnis Indonesia