Wednesday, April 26, 2006

Kuartal Pertama, Apexindo Untung Besar

JAKARTA, Koran Tempo - PT Apexindo Duta Pratama Tbk. membukukan laba bersih sebesar Rp 149,1 miliar pada kuartal pertama 2006. Kenaikan laba itu lebih baik dibanding periode yang sama tahun lalu yang rugi sebesar Rp 5,3 miliar.

Direktur Keuangan Apexindo Agustinus Lomboan dalam siaran pers menyebutkan perolehan laba bersih sangat dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan dan kemampuan perseroan menekan beban usaha. Seiring dengan penguatan rupiah, kata dia, Apexindo berhasil membukukan keuntungan kurs sebesar Rp 19,9 miliar, atau naik dibanding periode yang sama tahun lalu rugi kurs Rp 22.

Apexindo juga berhasil menekan beban bunga sekitar 54 persen menjadi Rp 12,9 miliar dari sebelumnya Rp 28,3 miliar. "Ini dipicu pelunasan utang kepada Medco Energi Finance Overseas dan keuntungan nonkas dari transaksi swap senilai Rp 115,6 miliar," katanya. padjar

Sunday, April 23, 2006

Harga Sewa Rig Minyak Semakin Tinggi

JAKARTA, Koran Tempo -- Meningkatnya harga minyak mentah dunia hingga melebihi US$ 70 per barel membuat harga sewa rig pengeboran minyak naik hingga tiga kali lipat. Peningkatan ini karena jumlah rig terbatas, sedangkan permintaan sangat tinggi.

"Peningkatan ini akibat euforia pengusaha minyak yang ingin mengebor lantaran harga minyak sedang tinggi," kata Ade R. Satari, Sekretaris Perusahaan PT Apexindo Pratama Duta Tbk., di Jakarta, Kamis lalu.

Dia mencontohkan, rig jenis jack up milik Apexindo yang dinamai Raniworo saat ini disewa oleh perusahaan minyak dan gas bumi Santos sebesar US$ 145 ribu per hari. Padahal, pada akhir tahun lalu, saat kontrak lama berakhir masih US$ 50 ribu per hari.

Apexindo memberlakukan kontrak sewa rig maksimal tiga tahun sehingga harga sewa tidak optimal. "Perusahaan lain banyak yang menawarkan rig sekitar US$ 160 ribu dengan spesifikasi yang sama dengan Raniworo," ujarnya.

Menurut Ade, kontrak rig dibatasi tiga tahun karena harga minyak sulit diprediksi sehingga kecenderungan untuk terus berfluktuasi tetap ada. Dengan harga sewa tetap sepanjang tahun, bila ada kenaikan harga ataupun penurunan harga, tidak dapat dilakukan perubahan harga untuk kedua pihak. MUHAMAD FASABENI

Saturday, April 22, 2006

Natexis & Goldman bantu Apexindo cari utang US$120 juta

JAKARTA, Bisnis Indonesia: PT Apexindo Pratama Duta Tbk telah menunjuk dua pemimpin sindikasi yaitu Natexis Singapura dan Goldman Sachs Hong Kong untuk mencarikan pinjaman US$120 juta guna membiayai pembangunan rig jack-up Soehanah.

Beberapa bankir investasi mengatakan 60% dari pinjaman itu akan dicarikan oleh Natexis dibantu dengan bank lain, sedangkan selebihnya dibantu oleh Goldman.

Direktur Keuangan Apexindo Agustinus Lomboan mengatakan pendanaan Soehanah sudah dibayarkan sebagian, US$30 juta. Sisanya akan dilunasi pada saat rig laut dalam itu selesai pada 5 Januari 2007.

"Untuk pembangunan rig ini biayanya US$150 juta, sudah dibayar US$30 juta. Sisanya US$120 juta ditutupi dengan pinjaman bertenor 10 tahun," tutur Agustinus, kemarin.

Lebih jauh Agustinus mengatakan sudah ada sejumlah bank yang berkomitmen untuk memberikan pinjaman. "[Underwriter soft loan-nya] ada dua bank asing dan dua bank investasi asing."

Namun dia menolak menyebutkan identitas bank dan bank investasi asing yang membantu Apexindo itu.

Pembiayaan ini akan terdiri dari dua tranche, yaitu tranche A berupa bullet tranche untuk 40% jumlah pinjaman. Sedangkan tranche B berupa amortisasi dari 60% pinjaman yang diperoleh perseroan.

Pinjaman akan diterima perseroan pada saat tanggal pengiriman rig. Sedangkan masa jatuh tempo adalah 10 tahun sejak tanggal pengiriman, tetapi tidak lebih dari 31 Maret 2017.

Agustinus menambahkan Apexindo menjadi bidder satu-satunya atas tender pengeboran yang digelar Total untuk lapangan Sisi dan Nubi, dekat Bontang, Kalimantan Timur, senilai US$200 juta.

Dia mengatakan untuk tranche A tingkat bunganya tetap dengan kisaran yang masih tentatif 10%-10,5%. Tranche B dengan tingkat bunga tiga bulan Libor ditambah marjin 2,90% per tahun jika tanpa kontrak, atau 2,15% bila dengan kontrak.

Bankir investasi tadi mengatakan untuk pinjaman yang berjangka 10 tahun, bunga utang itu termasuk rendah bila dibandingkan dengan sumber alternatif pembiataan lainnya.

Libor tiga bulan kemarin, katanya, mencapai 5%, 5,2% untuk enam bulan, dan setahun mencapai 5,3%.

Oleh Pudji Lestari
Bisnis Indonesia

Apexindo books US$16.6m in Q1

The Jakarta Post/Jakarta --- Publicly listed drilling firm PT Apexindo Pratama Duta booked a net profit of Rp 149.4 billion (US$16.6 millioin) in the first quarter of this year, reversing a loss incurred in the same period last year, it was announced Thursday.

It posted a total loss of Rp 5.3 billion during the first quarter of last year due to a U.S. dolar conversion loss of Rp 22 billion.

Agustinus B. Lomboan, finance director, said the increase in profits was a attributable mainly to a jump in revenue, lower cost, lower interest payments and exchange rate gains.

A subsidiary of publicly PT Medco Energy International, Apexindo offers oil, gas and geothermal drilling services.

Its operating profit during the first quarter increased by 56.6 percent to Rp 83.8 billion compared to Rp 53,5 billion for the same period in 2004. It also reported exchange rate gains of Rp 19.9 billion as the rupiah strengthened against the U.S. dollar.

Agustinus said he expected the company’s total revenue to increase by six percent to US$123 million this year from US$116 million last year as increasing oil prices on the global market encouraged more exploration work.

“Support firms in the oil industry has started to benefit from the increasing oil prices on international markets,” he said.

Pasar Rig Lepas Pantai Nasional Terbuka Lebar

JAKARTA—Media Indonesia: Pasar rig (anjungan) pengeboran migas lepas pantai di Indonesia saat ini terbuka lebar. Hal itu seiring kebijakan pemerintah yang mulai menggenjot produksi migas lepas pantai, setelah sebelumnya lebih terkonsentrasi di daratan.

Direktur Keuangan PT Apexindo Pratama Duta Tbk, Agustinus B Lomboan, mengatakan itu dalam acara bincang-bincang dengan wartawan, di Jakarta, Kamis (20/4).

Menurut Agustinus, peluang yang besar itu akan banyak dimanfaatkan perusahaan-perusahaan jasa pengeboran migas untuk menambah persediaan rig lepas pantai yang mereka miliki. Apexindo berencana menambah satu rig yang dapat dipergunakan di wilayah lepas pantai dengan kedalaman sumur 100-150 meter. Pemasaran akan difokuskan di wilayah Indonesia.

"Pengeboran lepas pantai relatif masih sangat sedikit dilakukan di Indonesia, bila dibandingkan dengan potensi yang ada. Ke depan, akan banyak pengeboran-pengeboran lepas pantai bermunculan, karena itu yang sedang ditawarkan pemerintah. Apalagi, bagi hasilnya menarik," ujarnya.

Untuk mewujudkan rencana penambahan rig, tahun ini juga perseroan mulai melakukan penjajakan, khususnya yang terkait ketersediaan galangan kapal yang siap memproduksi dan pendanaan. Rig tersebut ditargetkan siap ditawarkan ke sejumlah perusahaan migas pada 2008.

Lebih lanjut Agustinus mengungkapkan, baru-baru ini perseroan mendapatkan komitmen pinjaman sindikasi empat bank asing dengan nilai sekitar US$120 juta. Pinjaman itu akan dipergunakan untuk menuntaskan pembayaran rig Soehana yang segera selesai pengerjaannya.

"Sekarang masih dalam tahap finalisasi, jadi belum bisa kami sebutkan nama-nama banknya. Harga pembelian rig tersebut US$150 juta, sebanyak US$30 juta sudah kami bayar sebagai uang muka," terangnya.

Rig Soehana, kata Agustinus, telah memenangkan tender jasa pengeboran lapangan gas Sisinubi milik Total Indonesia. Rencananya pengeboran akan dimulai pada 2007, namun sebelumnya harus mendapatkan persetujuan dari BP Migas.

Dia berharap BP Migas segera mengeluarkan persetujuannya agar produksi gas yang sangat dibutuhkan konsumen domestik, dapat segera dilaksanakan.

Dalam periode triwulan pertama 2006, Apexindo berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp149,4 miliar. Pada periode yang sama tahun lalu, perseroan mencatatkan rugi bersih Rp5,3 miliar.

Perolehan laba bersih perseroan terutama dipengaruhi peningkatan pendapatan perseroan, serta kemampuan perseroan menekan beban usaha. Seiring dengan penguatan rupiah, perseroan mampu membukukan keuntungan selisih kurs sebesar Rp19,9 miliar. Di triwulan pertama tahun lalu, perseroan menanggung kerugian selisih kurs sebesar Rp22 miliar. (OL-1)

Apexindo Bidik Kontrak Baru dari Total

JAKARTA, Republika -- PT Apexindo Pratama Duta Tbk menjadi single bidder kontrak satu rig lepas pantai dari PT Total E&P Indonesia. Direktur Keuangan Apexindo, Agustinus B Lomboan, mengatakan kontrak senilai 190-200 juta dolar AS (Rp 1,8-1,8 triliun) itu akan ditandatangani dalam waktu dekat.

''Tinggal approval dari BP Migas saja, dan mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa diselesaikan,'' papar Agustinus di Jakarta, Kamis (20/4). Kontrak itu, sambungnya, untuk pengerjaan 2007 dan perseroan menyiapkan dana investasi sebesar 150 juta dolar AS. Agustinus menjelaskan, modal sebesar 30 juta dolar AS sudah dibayarkan, sedangkan sisanya 120 juta dolar AS diambil dari pinjaman bank.

Ia belum bersedia menyebut bank asing yang mendanai proyek itu, tapi berasal dari Prancis. Kontrak rig itu sendiri untuk lapangan Kangean yang dekat dengan Kalimantan Timur. Rig untuk laut dalam itu sendiri diberinama Soehana.

Sebelumnya, Apexindo menerima kepastian perpanjangan kontrak dari Total untuk dua rig lepas pantai jenis submersible swamp barge. Kedua kontrak untuk rig Raisis dan Yani tersebut merupakan kontrak jangka panjang selama tiga tahun dengan nilai masing-masing 46,9 juta dolar AS dan 53,1 juta dolar AS.

Ke depannya, Apexindo sedang menyiapkan pengerjaan rig baru yang diperkirakan selesai pada 2008. Rig itu diperuntukkan untuk kegiatan laut dalam (offshore) yang memang sedang digiatkan pemerintah. Terkait dengan kinerja keuangan, pada kuartal pertama 2006 ini, Apexindo mencatat kenaikan laba bersih cukup signifikan dibandingkan tahun lalu, yakni sebesar Rp 149,4 miliar. Pada kuartal pertama 2005, perseroan membukukan rugi bersih Rp 5,3 miliar.

Agustinus mengatakan, kenaikan laba bersih terutama dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan serta efisiensi perusahaan. Apexindo juga berhasil mencatat keuntungan selisih Rp 19,9 miliar dibandingkan kuartal pertama 2005 yang merupakan rugi selisih kurs Rp 22,0 miliar.

Analis fundamental Danareksa, Bonny Budi Setiawan, mengatakan saham Apexindo akan terdorong hasil laporan keuangan kuartal pertama 2006 yang sesuai dengan perkiraan (ekspektasi). Menurutnya, keuntungan operasional naik sebesar 57 persen dari tahun ke tahun dan utang berkurang 42 persen dengan net gearing 41 persen lebih rendah.

Bonny mengungkapkan adanya instalasi pengeboran yang akan diterima pada Januari 2007 yang merupakan kontrak akan berjalan di semester kedua tahun ini. Untuk 2008, diperkirakan ada instalasi pengeboran lagi dengan target 51 unit diterima pada 2009 yang akan mengambil momentum kenaikan harga minyak. Dengan kondisi ini, lanjut Bonny, Danareksa tetap mempertahankan rekomendasi tunggu (hold) dengan target harga di Rp 1.310. ( erd )

Apexindo peroleh Pinjaman untuk Rig Soehana

JAKARTA, Investor Daily – PT Apexindo Pratama Duta Tbk (Apexindo), anak usaha MedcoEnergi, tengah bernegosiasi dengan sejumlah lembaga keuangan yang akan mengucurkan pinjaman sebesar US$ 120 juta. Dana itu digunakan untuk membangun rig Soehana yang akan mengerjakan pengeboran lapangan migas di Kalimantan.

"Kami belum bisa bilang siapa saja mereka, yang pasti dua bank asing dan dua investment bank. Yang menjadi lead-nya adalah bank Perancis," kata Direktur Keuangan Apexindo Agustinus Lomboan di Jakarta, Kamis (20/4).

Menurut Agustinus, pinjaman tersebut merupakan pinjaman jangka panjang selama 10 tahun dengan bunga LIBOR + 2,15%.

Dia menjelaskan, untuk membangun rig yang akan diberi nama `Soehana' dan bisa menembus kedalaman sumur hingga 375 kaki (feet) itu, pihaknya harus melakukan pembayaran kepada pihak pembuat sekitar US$ 150 juta. "Kami telah membayar di muka kepada pembuatnya sekitar US$ 30 juta dari penerbitan obligasi, sementara sisanya sebesar US$ 120 juta akan kami cicil dengan dana dari pinjaman," katanya.

Agustinus mengatakan, rig jenis jack up miliknya yang kini dalam penyelesaian PPL Shipyard Sembawang Goup Singapura dan bisa diserahkan kepada Apexindo pada Januari tahun depan. Selanjutnya, pihaknya bisa mengerjakan kontrak pengeboran migas yang saat ini dalam proses bidding (tender).

Agustinus mengatakan, pihaknya memang hampir pasti memenangi tender untuk jasa pengeboran senilai US$ 190-200 juta dari sebuah perusahaan migas, dengan wilayah operasi di Kalimantan. "Kami merupakan single bidder dalam tender tersebut. Namun, meski kami yakin akan memperoleh kontrak tersebut, kami tetap akan menunggu approval dari pemerintah yakni BP Migas," kata dia.

Kontrak pengeboran tersebut untuk blok Sisi dan Nubi yang berada di Selat Makassar tidak jauh dari lapangan Bontang di Kalimantan Timur. Kontrak terjalin selama tiga tahun dengan harga sewa rig US$ 165.000 per hari.

Agustinus menuturkan, tahun ini merupakan tahun baik buat perseroan, terbukti dalam kuartal pertama tahun ini pihaknya sudah mengantongi kenaikan pendapatan US$ 5 juta dibandingkan tahun lalu, yakni US$ 26 juta menjadi US$ 31 juta. "Tahun ini kami optimistis pendapatan bisa lebih dari US$ 123 juta, sementara tahun lalu hanya US$ 116 juta," katanya. Tahun ini pendapatan akan terdongkrak oleh kontrak rig 8 senilai US$ 3 juta dan rig 5 senilai US$ 22 juta.

Pihaknya juga berencana untuk memiliki rig baru pada 2008, jenis Jack Up . "Sejak sekarang, kami sudah mulai merintis ke arah sana, karena pembuatan pembuatan rig butuh waktu sekitar dua tahun," ujarnya.

Siap Bor Cepu

Sekretaris Perusahaan Apexindo Ade R. Satary mengatakan, pihaknya siap mengikuti tender pengeboran di blok Cepu. "Asal rig kami memang memenuhi spesifikasi tender, kami pasti ikut," katanya. Seperti diketahui, Cepu membutuhkan sekitar tiga rig darat (on shore) untuk tahun pertama pengeboran. Menurutnya, pihaknya saat ini masih memiliki satu rig yang idle (nganggur), yakni rig 12 yang berkekuatan 60o horse power (hp).

Ade mengatakan, sewa rig terutama untuk rig lepas pantai (offshore) memang meningkat sangat tajam. Menurutnya, ini wajar karena kenaikan harga minyak mendorong keinginan eksplorasi perusahaan minyak membabi buta. "Contohnya, sewa rig Rani Woro milik kami awal 2004 hanya US$ 51.000 per hari, sekarang US$ 70.000 per hari, bahkan akhir tahun mungkin bisa US$ 145.000 per hari," katanya. Sementara untuk rig darat hanya hanya naik 10 – 20% saja.

Dia mengatakan, kenaikan sewa rig sebesar itu dimungkinkan akan bertahan hingga 2009, saat rig-rig baru mulai bermunculan. Menurutnya, meski di luar harga sewa mencapai US$ 185.000 per hari, pihaknya tetap mematok harga lebih rendah. (miles)

Apexindo Finalisasi Kontrak Senilai USD200 Juta

JAKARTA, Seputar Indonesia — PT Apexindo Pratama Duta Tbk (Apexindo) tengah memfinalisasi kontrak senilai USD 190-200 juta untuk pengeboran lapangan migas Sisi/Nubi, di Selat Makassar, Sulawesi Selatan. Pengeboran lapangan migas milik sebuah kontraktor migas papan atas itu rencananya dimulai pada kuar­tal pertama tahun 2007.

"Sekarang masih dalam proses. Dalam waktu dekat kita harap sudah bisa diumumkan kon­traknya, nilainya kira-kira USD190-200 juta untuk pekerja­an selama 3 tahun. Kita masih me­nunggu persetujuan BP Migas," ujar Direktur Keuangan Apexindo Agustinus B. Lomboan, kemarin di Jakarta.

Agustinus menjelaskan, pe­kerjaan itu akan dilakukan oleh rig (anjungan pengeboran) terbaru milik perusahaan yang kini masih dibangun di galangan kapal PPL Shipyard, Singapura. Pengerjaan anjungan pengeboran yang dina­mai Rig Soehana itu diperkirakan rampung awal Januari 2007. Bia­ya investasi yang dikeluarkan un­tuk pembangunan rig itu, menurut dia, mencapai USD150 juta.

Dari jumlah itu, jelas Agusti­nus, sebesar USD 30 juta telah di­bayarkan perusahaan. Sementara sisanya, sebesar USD 120 juta, akan diperoleh dari sindikasi per­bankan berupa pinjaman jangka panjang dengan persyaratan ri­ngan. "Itu pinjaman jangka pan­jang dengan tenor 10 tahun, term and condition-nya bagus, bunga­nya LIBOR + 2,15%. Cukup flek­sibel buat perusahaan," tuturnya.

Menurut Agustinus, dengan tingginya harga sewa rig harian yang kini tengah melonjak, Ape­xindo bahkan bisa melunasi pinja­man tersebut lebih cepat dari tenggat jatuh temponya. Harga sewa harian rig saat ini tercatat naik hampir tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu, di kisar­an USD140-200 ribu per hari. Kenaikan harga sewa itu dipicu oleh kenaikan harga minyak dunia.

Lebih lanjut Agustinus memaparkan bahwa kinerja perusahaan selama tiga bulan pertama tahun ini membaik se­iring meningkatnya harga sewa harian. Tercatat, kuartal pertama ini perusahaan meraih laba bersih Rp149,4 miliar, naik signifikan dibanding rugi bersih pada pe­riode yang sama tahun sebelum­nya sebesar Rp5,3 miliar.

Selain itu, kata dia, upaya efi­siensi yang dilakukan perusahaan juga berhasil menurunkan beban usaha sebesar 9,3% menjadi Rp15 miliar dari sebelumnya Rp16,5 miliar. Apexindo, lanjut dia, juga berhasil meningkatkan laba usaha perusahaan kuartal pertama ini sebesar 56,6% menjadi Rp83,8 miliar dari sebelumnya Rp53,5 miliar. (mohammad faizal)

Apexindo gained the loan for Soehana’s Rig

JAKARTA, Investor Daily - Apexindo Pratama Duta Ltd. (Apexindo), the subsidiary company of Medco Energy, is now negotiated with some financial institutions who will provide the US$120 million’s loan. The fund will be used to build the Soehana’rig which is about to do the exploration of oil and gas field in Kalimantan.

“We can not reveal the details yet, but the participants are two foreign banks and two investment banks – the leader is the bank from France,” said the Finance Director of Apexindo, Agustinus Lomboan in Jakarta, Thursday (20/4).

According to Agustinus, the loan is in long term period with 10 years tenor and the interest of 2,15% above LIBOR’s rate.

His further explanation is that to build the rig – soon be named ‘Soehana’ which can reach 375 feet depth of oil well – his company should make payment to the producer of the rig the amount of approximately US$ 150 million. “We have paid the down-payment to the producer the amount of around US$ 30 million from the issuance of obligations, while the rest – US$ 120 million - will be installed from the loan,” he said.

Agustinus said that his jack up rig – which is now in finishing process by PPL Shipyard Sembawang Group Singapore – can be delivered to Apexindo in January 2007. Furthermore, his company can proceed the still in the process’s of bidding – the contract of oil and gas exploration.

Agustinus also said, his company will surely get the bid of the rig’s operation value of US$ 190-200 million from an oil and gas company which located in Kalimantan. “We are the single bidder in the tender, even though we are positively sure to get the contract, we are still waiting for the approval from the government via BP Migas” he said.

The contract of exploration is for Sisi and Nubi’s blocks in Makassar strait which are not far from Bontang Block in East Kalimantan. The contract is valid for 3 years with the price of rig’s rent of US$ 165,000 daily.

Agustinus explain, his company has reached good progress this year, since they can get the raise of US$ 5 million’ income in first quarter than last year’s income – US$26 million to US$ 31 million. “This year we are very optimistic that we can reach the income of more than US$ 123 million than last year income of only US$ 116 million,” he said. This year’s income will be raised by the contract of rig no. 8 value of US$ 3 million and rig no. 5 value of US$ 22 million.

The company has planned to have the kind of new Jack –up- rig in 2008. “Starting now, we begin to proceed that because the process of making rig will take approximately 2 years,” he said.

Ready to start operation in Cepu

The corporate’s secretary of Apexindo, Ade R. Satary said, his company is ready to participate in the exploration’s bid of Cepu block. “As long as our rig is fulfilled the specification of the bid, we will surely be participated,” he said. As we have known, Cepu needs around 3 on shore rigs in the first year of exploration. Ade said recently his company still has 1 idle rig, which is rig no. 12 with the capacity of 600 horse power (hp).

Ade further said that the price to rent rigs is increasing lately especially for offshore rigs. According to him, this raise is natural since the raise of oil price is pushing the oil and gas companies to do the explarations badly. “For example, the price to rent our Rani-Woro’s rig is only US$ 51,000 daily in 2004 but today is US$ 70,000 daily, probably will become US$145,000 daily in the end of the year,” he said .” While for onshore rig, the raise is only between 10 – 20%”.

He also said that the raise of rig’s rental price probably will be sustained until 2009, when the new rigs start their operations. According to him, even though in other countries the rental price is reaching US$ 185,000, his company will still give lower price. (miles)

Friday, April 21, 2006

Laba triwulan I Apexindo naik

JAKARTA, Bisnis Indonesia: PT Apexindo Pratama Duta Tbk pada triwulan pertama tahun ini membukukan lonjakan laba bersih 2.938,1% menjadi Rp149,43 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang masih merugi Rp5,27 miliar.

Sementara dalam hitungan dolar, perseroan pada tahun lalu tidak membukukan kerugian. Untuk perolehan triwulan pertama tahun ini, laba bersih Apexindo naik 302,1% dari US$2,26 juta menjadi US$9,07 juta.

Direktur Keuangan Apexindo Agustinus Lomboan menjelaskan kerugian yang dibukukan perseroan dalam neraca audit 2005 terjadi karena adanya swap antara nilai tukar dolar AS dan rupiah.

Dia berharap agar ke depan Apexindo dapat melaporkan neracanya dalam dolar, mengingat pendapatan juga dalam dolar.

Pendapatan perseroan yang bergerak dalam bidang penyewaan rig ini dari tahun ke tahun juga lebih tinggi 23,3% menjadi Rp300,08 miliar (US$31,62 juta).

Agustinus mengatakan pada kuartal pertama tahun lalu, pendapatan Apexindo mencapai Rp243,44 miliar (US$26,47 juta).

"Kenaikan ini terjadi karena tarif utilisasi rig darat meningkat dari 51% pada sepanjang tahun lalu menjadi 60% pada triwulan pertama tahun ini. Sebanyak 85% pendapatan pada triwulan ini berasal dari kontrak jangka panjang," tutur Agustinus dalam pertemuan analis, kemarin.

Sementara itu, EBITDA perseroan meningkat 31,6% menjadi Rp127,85 miliar, dari periode yang sama tahun lalu Rp97,19 miliar. Sedangkan laba operasi naik 56,6% menjadi Rp83,77 miliar dari sebelumnya Rp53,50 miliar.

Faktor lain yang mendukung peningkatan pendapatan perseroan adalah keberhasilan dalam menekan total biaya pada sepanjang 2005 sebanyak 2%, dari posisi tahun sebelumnya.

"Akibatnya laba operasi membaik 67% dari tahun ke tahun pada triwulan pertama 2006, dan sebagai kelanjutannya mendorong EBITDA sebesar 31,6%. Marjin EBITDA juga membaik dari 40% pada tahun lalu menjadi 43% pada triwulan ini," paparnya.

Kontrak

Dalam kesempatan yang sama, Agustinus mengatakan perseroan tengah menjajaki sejumlah kontrak kecil baru a.l. perpanjangan kontrak untuk rig 8, yang bisa menyumbang kenaikan pendapatan sebesar US$10 juta-US$15 juta.

Semua, Apexindo memperkirakan dengan jumlah kontrak yang diperoleh pada 2005, maka pendapatan tahun ini akan mencapai US$123 juta. Namun, dengan perkiraan tambahan tersebut, perseoan dapat meraup US$133 juta-US$138 juta. (pudji.lestari@bisnis.co.id)

Oleh Pudji Lestari
Bisnis Indonesia

Laba Bersih Apexindo Triwulan I Naik 302,1 Persen

Jakarta, Kompas --- Perusahaan jasa pengeboran minyak PT Apexindo Pratama Duta Tbk membukukan kenaikan laba bersih yang signifikan pada triwulan I sebesar 302,1 persen, dari 2,257 juta dollar AS pada triwulan I 2005 menjadi 9,074 juta dollar AS (angka belum diaudit) pada 2006. Demikian dikatakan Direktur Keuangan Apexindo Agustinus Lomboan dalam pemaparan kepada publik, Rabu (19/4) di Jakarta. Dalam rupiah, laba bersih setara Rp 149,432 miliar, melonjak dari rugi bersih Rp 5,255 miliar pada triwulan I 2005. Kenaikan laba bersih itu didorong oleh kontrak-kontrak yang berhasil diperpanjang serta meningkatnya harga minyak mentah dunia. (TAV)

Kredit UMKM Semakin Mendominasi

Jakarta, Kompas - Masih lesunya sektor korporasi membuat perbankan fokus membidik penyaluran kredit ke sektor usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM.

Dampaknya, porsi kredit UMKM terhadap total kredit perbankan semakin besar. Menurut laporan Bank Indonesia, posisi kredit UMKM hingga akhir Februari 2006 sebesar Rp 355,18 triliun, meningkat 28 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Porsi kredit UMKM terhadap total kredit meningkat dari 48 persen per Februari 2005 menjadi 52,23 persen. Bahkan, selama periode Januari-Februari 2006, kredit yang disalurkan perbankan nasional praktis hanya ke UMKM.

Berdasarkan sektor ekonominya, kredit UMKM paling banyak disalurkan ke sektor perdagangan. Kredit ke sektor ini tumbuh 31 persen dari Rp 68,21 triliun per Februari 2005 menjadi Rp 89,34 triliun.

Pengamat perbankan Ryan Kiryanto, yang dihubungi Rabu (19/4) di Jakarta, menjelaskan, sejak krisis, perbankan perlahan- lahan mengalihkan fokus kreditnya ke sektor UMKM karena terbukti tangguh menghadapi krisis.

Sementara itu, sektor korporasi cenderung terus terpuruk seiring belum terselesaikannya masalah-masalah di seputar iklim investasi, seperti perburuhan, perizinan, dan kepastian hukum.

Suku bunga yang tinggi, kata Ryan, juga berpengaruh pada permintaan kredit korporasi. Korporasi yang masih berkembang umumnya menggunakan dana sendiri untuk menggerakkan usahanya.

Direktur Utama PT Apexindo Pratama Duta Tbk Hertriono Kartowisastro mengatakan, pihaknya lebih tertarik mencari dana dengan menerbitkan obligasi.

Kalaupun ada pinjaman ke bank, biasanya bekerja sama dengan bank asing untuk membiayai proyek tertentu. "Sebab, biasanya memang bank asing yang lebih mengerti bisnis perminyakan," katanya.

Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan perusahaan asuransi syariah, Takaful Indonesia, bekerja sama meluncurkan kartu Full Protek, yakni kartu yang berfungsi sebagai kartu asuransi, ATM, dan debit.

Dirut BMI A Riawan Amin mengatakan, kartu investasi berasuransi yang dikelola secara syariah dengan bagi hasil itu memberikan kemudahan dalam bertransaksi dengan tarik tunai bebas biaya di lebih dari 8.888 anjungan tunai mandiri (ATM) Muamalat, BCA, dan ATM Bersama di seluruh Indonesia. (TAV/FAJ)

Apexindo Terdorong Hasil Kuartal Pertama

JAKARTA, investorindonesia.com --- Saham PT Apexindo Pratama (APEX) akan terdorong hasil laporan keuangan kuartal pertama 2006 yang sesuai dengan perkiraan (ekspektasi).

Analis Fundamental Danareksa Bonny Budi Setiawan, Kamis, mengatakan bahwa keuntungan operasional yang naik sebesar 57 % dari tahun ke tahun dan utang berkurang 42 % dengan net gearing 41 % lebih rendah. Penghasilan sebelum bunga, pajak dan depresiasi naik 32 %.

Selain itu, Bonny juga mengungkapkan adanya instalasi pengeboran yang akan diterima pada Januari 2007 yang merupakan kontrak akan berjalan di semester kedua tahun ini. Untuk 2008 diperkirakan ada instalasi pengeboran lagi dengan target 51 unit diterima pada tahun 2009 yang akan mengambil momentum kenaikan harga minyak.

Dengan kondisi ini, lanjut Bonny, Danareksa tetap mempertahankan rekomendasi tunggu (Hold) dengan target harga di Rp1.310. (ant)

Apexindo Perkirakan Pendapatan 2006 Capai US$ 138 Juta

Jakarta, detik.com - Perusahaan jasa pengeboran tambang, PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX) menargetkan pendapatan tahun ini sebesar US$ 123 juta.

Namun pendapatan ini diperkirakan naik lagi mencapai US$ 133-138 juta karena adanya tambahan kontrak-kontrak baru.

"Target revenue US$ 123 juta itu berdasarkan kontrak yang sudah ada sekarang, tanpa menambah kontrak," kata Direktur Keuangan Apexindo, Agustinus Lomboan, Kamis (20/4/2006).

Pendapatan itu akan bertambah dengan adanya kontrak baru dan beberapa kontrak kecil seperti proyek geothermal Wayang Windu dan proyek Kangean. Target pendapatan dari sektor ini bisa meningkat US$ 10-15 juta.

Sedangkan untuk proyek geothermal Wayang Windu sebesar US$ 22 juta akan efektif pertengahan tahun ini. Namun yang baru bisa dinikmati tahun ini US$ 7 juta.

Untuk tahun 2007, target pendapatan diharapkan sebesar US$ 108 juta. Pendapatan tahun depan akan bertambah dari rig Soehanah yang bisa meningkat menjadi US$ 150-160 juta. (ir)

Thursday, April 20, 2006

Bisnis pengeboran migas mengarah tak sehat

JAKARTA, Bisnis Indonesia: APMI menilai persaingan usaha pengeboran (drilling) minyak dan gas mengarah tidak sehat, sehingga mengancam target produksi minyak nasional 1,3 juta barel per hari pada 2009.

Menurut hasil pemantauan Asosiasi Pemboran Minyak dan Gas Bumi (APMI), indikasi mulai tidak sehatnya persaingan jasa tersebut antara lain terjadi ketidakwajaran dalam perhitungan harga kontrak (rate) atas peralatan pengeboran migas (rig).

"Hal ini dimungkinkan karena pengusaha [rig] tidak konsisten dalam menentukan rate. Mereka hanya mengejar bagaimana caranya mendapatkan proyek," ujar Direktur Eksekutif APMI Eddyono Salatun, kemarin.

Di sisi lain, menurut dia, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS)-selaku pemilik/pengelola proyek migas-cenderung memilih perusahaan penawar terendah dalam tender pemboran.

"Akibatnya [untuk mendapatkan proyek] terjadi saling banting harga antarsesama pengusaha pengeboran. Situasi ini tanpa disadari merusak iklim bisnis migas," tandasnya.

Sementara itu, Bambang Kartika, Head of Procurement and Management Assets Division BP Migas mengemukakan industri migas di Indonesia kini tengah menghadapi masalah sulitnya memperoleh rig karena tingginya permintaan sarana tersebut.

Akibatnya, harga sewa rig semakin melambung, terutama rig yang berada di perairan laut dalam. Saat ini saja, harga sewa rig mencapai US$200.000.

"Bahkan saat kurs rupiah di angka Rp 10.000, harga sewa rig sampai Rp2 miliar per hari," kata Bambang di Balikpapan, belum lama ini.

Harga sewa tersebut, kata Bambang, mengalami lonjakan yang cukup drastis dibandingkan satu atau dua tahun sebelumnya yang berkisar US$60.000-US$80.000 per hari.

Faktor regulasi

Di samping masalah yang timbul dari internal pengusaha, Sekjen APMI Tito Kurniadi menyebutkan kurang kondusifnya iklim bisnis jasa pemboran migas saat ini juga disebabkan oleh faktor regulasi dan pelaksanaan birokrasi di lapangan.

Banyak peraturan yang dikeluarkan Ditjen Imigrasi, Bea Cukai, Badan Koordinasi Penanaman Modal dan pemda, katanya, tidak mendukung usaha pengeboran migas, sehingga layak direvisi.

Dia menyebutkan salah satunya peraturan yang tidak relevan itu adalah ketentuan BKPM yang menyebutkan perusahaan asing dilarang memasukkan rig berukuran di bawah 2.000 tenaga kuda.

"Dalam praktiknya sekarang ini banyak perusahaan dari China yang memasukkan rig di bawah ukuran tersebut. Bahkan kami dengar jumlahnya mencapai 63 unit. Kenapa tidak dikenakan sanksi?"

Pelanggaran peraturan semacam itu, menurut Tito, berdampak pada melemahnya daya saing perusahaan nasional dan rusaknya iklim usaha pemboran migas di Indonesia.

Buat KKKS dan perusahaan rig asing, situasi tadi mungkin tidak menjadi persoalan karena target dari kehadiran mereka di Indonesia adalah mengejar keuntungan. (k30)

Oleh Ismail Fahmi
Bisnis Indonesia

Thursday, April 6, 2006

Kinerja emiten tambang sesuai ekspektasi

JAKARTA, Bisnis Indonesia: Analis menilai kinerja sebagian besar emiten pertambangan pada tahun lalu cukup sejalan dengan ekspektasi (inline), kecuali PT Bumi Resources Tbk.

Emiten pertambangan dan energi yang tersebut adalah PT Bumi Resources Tbk, PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Apexindo Pratama Duta Tbk, PT Energi Mega Persada Tbk, PT Medco Energi International Tbk, PT Aneka Tambang Tbk, PT International Nickel Indonesia Tbk (Inco), dan PT Timah Tbk.

Dua emiten pertambangan batu-batuan yakni PT Central Korporindo Internasional Tbk dan PT Citatah Industri Marmer Tbk tidak dilibatkan dalam evaluasi itu

Analis emiten pertambangan PT Danareksa Sekuritas Isnaputra Iskandar mengatakan kinerja perusahaan pertambangan cukup sejalan dengan ekspektasi sebelumnya. "Semuanya cukup inline, kecuali Bumi," ujarnya kepada Bisnis kemarin.

Dalam neraca per 31 Desember 2005, Bumi menyatakan laba bersih perseroan naik 13% menjadi Rp1,22 triliun, dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp1,08 triliun.

Sementara itu, laba bersih Inco turun menjadi US$268,92 juta, dari US$284,43 juta pada 2004. Laba bersih Timah juga turun menjadi Rp107,49 miliar, dari semula Rp177,91 miliar.

Laba bersih Antam dan PTBA naik tipis masing-masing menjadi Rp841,94 miliar dan Rp467,06 miliar, dibandingkan perolehan 2004 yang sebesar Rp810,25 miliar dan Rp419,80 miliar.

Oleh Pudji Lestari
Bisnis Indonesia

Wednesday, April 5, 2006

Apexindo Siap Bayar Bunga Obligasi, Cicilan Fee Ijarah

JAKARTA, investorindonesia.com --- PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX) telah menyiapkan dana untuk pembayaran kupon bunga ke-4 Obligasi Apexindo Pratama Duta I Tahun 2005 sebesar Rp 14,90 miliar dan cicilan fee ijarah Obligasi Syariah Ijarah Apexindo Pratama Duta I Tahun 2005 sebesar Rp 7,03 miliar.

Direktur Apexindo, Agustinus B. Lomboan, dalam laporannya kepada Ketua Bapepam di Jakarta, Rabu, mengatakan dana sejumlah Rp 21,93 miliar tersebut akan ditransfer ke PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai agen pembayaran. (ant)

Laba Medco meleset dari perkiraan

JAKARTA, Bisnis Indonesia: PT Medco Energi Internasional Tbk membukukan kenaikan laba sebesar 1%, meleset dari perkiraan, menyusul meningkatnya pembayaran pajak yang mengikis pendapatan perusahaan itu dari harga minyak yang tinggi.

Dalam laporan keuangannya, Medco menyatakan laba bersih perseroan pada sepanjang tahun lalu naik menjadi US$74,7 juta, dari periode yang sama tahun lalu sebesar US$73,85 juta.

Perolehan laba perseroan ini meleset dari perkiraan sebelumnya yang menyatakan Medco akan membukukan laba bersih sebesar US$101 juta. Besaran laba ini juga lebih rendah dari yang diperkirakan Dirut Medco Hilmi Panigoro pada 8 September 2005 sebesar US$90 juta.

Beban pajak Medco naik hampir dua kali lipat, membuat perseroan gagal mengambil keuntungan dari kenaikan harga jual minyak dan gas yang menyentuh level tertinggi sepanjang masa pada tahun lalu.

"Ini kinerja yang buruk. Peningkatan pendapatan hanya sepertiga dari kenaikan harga minyak pada tahun lalu," tutur Kepala Riset PT Indo Premier Securities Suherman Santikno, kemarin. Dia merekomendasikan investor untuk menjual saham perusahaan minyak dan gas bumi itu.

Harga saham Medco kemarin ditutup menurun ke posisi Rp4.125 per saham dari posisi penutupan 28 Maret yang masih mencapai Rp4.200.

Dalam neracanya, Medco menyatakan beban pajak perseroan naik menjadi US$103,49 juta dari sebelumnya US$55,14 juta. Emiten itu membukukan kerugian dari transaksi swap sebesar US$34,7 juta, dibandingkan perolehan tahun lalu yang sebesar US$1,86 juta.

"Yang mengejutkan adalah pengeluaran pajak. Seluruh penjualan, laba operasi, laba kotor, dan lainnya sejalan dengan ekspektasi kami. Akan tetapi, pajak yang digabungkan dengan kerugian transaksi swap telah memotong perolehan dari penjualan minyak," kata analis PT Danareksa Sekuritas Bonny Setiawan.

Danareksa tetap merekomendasi beli pada saham Medco mengingat operasi perseroan yang solid, serta aset dan cadangan baru yang potensial. Bonny menyebutkan aset Medco tersebut a.l. ladang minyak Senoro di Sulawesi, kontrak 18 ladang minyak di Oman, dan 25% saham untuk ladang Jeruk di Jawa Timur.

Harga minyak naik 40% pada tahun lalu, dan sempat mencetak rekor sebesar US$70,85 per barel pada 30 agustus. Pendapatan Medco dari penjualan minyak, gas, listrik, dan methanol naik menjadi US$620,2 juta dari sebelumnya US$550,1 juta.

Dalam pernyataannya pada 22 Februari, perseroan menyatakan penjualan gas alam perseroan turun 9,2% menjadi 136,3 juta kaki kubik per hari, sementara produksi minyak mentah naik 2,8% menjadi 57.040 barel per hari.

Penjualan perseroan dari gas dan minyak bumi pada tahun lalu naik 18% menjadi US$432,4 juta. Sedangkan pada bisnis listrik yang dimulai sejak Desember 2004, perseroan mampu membukukan penjualan sebesar US$8,2 juta.

Perusahaan penambangan ini membukukan perolehan valas sebesar US$4,39 juta dari kerugian sebesar US$6,88 juta pada tahun sebelumnya.

Apexindo rugi

Anak perusahaan Medco Energi, PT Apexindo Pratama Duta Tbk, tahun lalu membukukan kenaikan rugi bersih sebesar 18,1% menjadi Rp43,12 miliar dari tahun sebelumnya Rp36,52 miliar.

Dalam siaran pers kemarin disebutkan bertambahnya kerugian itu karena transaksi swap Apexindo terkait dengan penerbitan obligasi pada April tahun lalu.

Meski ruginya meningkat, pendapatan emiten tiu meningkat 11,2% menjadi Rp1,13 triliun tahun lalu dari periode 2004 yang hanya mencapai Rp1,02 triliun.

Laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (Ebitda) Apexindo tahun lalu meningkat 37,2% menjadi Rp459,89 miliar dari posisi tahun sebelumnya Rp335,25 miliar.

Faktor utama yang mendorong pertumbuhan EBITDA adalah penerapan kebijakan efisiensi secara disiplin dan berhasil menambah tingkat profitabilitas. Apexindo juga dapat menekan beberapa komponen biaya seperti biaya perbaikan, pemeliharaan, dan biaya rental.

Laba usaha perusahaan itu tahun lalu melonjak 71,3% menjadi Rp279,51 miliar dari posisi sebelumnya Rp163,17 miliar. (pudji.lestari@bisnis.co.id)

Oleh Pudji Lestari
Bisnis Indonesia

Apexindo Dibayangi Proyek yang Belum Jadi

JAKARTA, investorindonesia.com --- PT Apexindo Pratama (APEX) dibayangi oleh belum adanya kontrak yang sudah jadi, demikian Analis Danareksa Bonny Setiawan, yang menambahkan bahwa pihaknya telah merekomedasikan hold (tunggu) terhadap saham ini.

"Kami memproyeksikan utilisasi pengeboran darat dan laut lepas akan mencapai 54 % dan 93 % dengan kemungkinan akan melebihi. Hitungan NAV TP06 di Rp1.310 yang merefleksikan harga pembelian pengeboran baru dibayangi oleh belum adanya kontrak yang sudah jadi," jelasnya.

Ia juga mengungkapkan, laba operasional terpotong hampir 50 % karena adanya kerugian di transaksi swap, tetapi secara operasional perusahaan sesuai proyeksi.

"Dengan harga yang sekarang, Apexindo masuk dalam rekomendasi hold," jelasnya. (ant)



Rugi Bersih Apexindo Bengkak 18,07%, Rp 43,12 Miliar

JAKARTA, investorindonesia.com --- PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX) pada tahun yang berakhir 31 Desember 2005 menderita rugi bersih Rp 43,12 miliar, membengkak 18,07 % dari rugi bersih tahun sebelumnya Rp 36,52 miliar, demikian laporan keuangan tahunan perseroan di Jakarta, Selasa.

Disebutkan, kerugian terjadi terutama akibat membengkaknya beban lain-lain bersih perseroan, karena penjualan bersihnya masih meningkat dari Rp 1,02 triliun pada 2004 menjadi Rp 1,13 triliun pada 2005.

Laba operasional perseroan juga bertambah dari sebelumnya Rp 163,17 miliar menjadi Rp 279,51 miliar, namun dalam waktu bersamaa jumlah beban lain-lain bersih perseroan lebih besar dan membengkak dari Rp 203,03 miliar menjadi Rp 337,88 miliar, sehingga mengalami rugi.

Rugi bersih per saham (EPS) perusahaan operator rig minyak ini, juga meningkat dari semula Rp 19,71 menjadi Rp 21,21. (ant)

Summary: PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX) pada tahun yang berakhir 31 Desember 2005 menderita rugi bersih Rp 43,12 miliar, membengkak 18,07 % dari rugi bersih tahun sebelumnya Rp 36,52 miliar, demikian laporan keuangan tahunan perseroan di Jakarta, Selasa.

Tuesday, April 4, 2006

Sewa “Rig” Terus Meningkat

Asosiasi Pengeboran Minyak Indonesia (APMI) memperkirakan harga sewa anjungan pengeboran minyak (rig) lepas pantai akan terus bergerak naik pada waktu mendatang. Ketua Umum APMI Bambang Purwohadi di Jakarta pekan lalu mengatakan, kenaikan harga sewa rig itu terutama dipicu tingginya permintaan menyusul melonjaknya harga minyak dan kerusakan rig lepas pantai pascabadai Katrina di Teluk Meksiko beberapa waktu lalu. Ia mencontohkan, rig lepas pantai jenis jack up yang sebelumnya hanya 75.000 dollar AS per hari mengalami kenaikan sewa lebih dari dua kali lipat menjadi 150.000-200.000 dollar AS/hari. Padahal, tahun 1985 saat harga minyak 20 dollar per barrel, sewa rig hanya sekitar 12.000 dollar/hari. Kenaikan sewa rig akan terus berlanjut jika harga minyak masih berada di atas 50 dollar AS per barrel. (ANTARA)

Sewa rig offshore akan terus naik

JAKARTA, Bisnis Indonesia: Asosiasi Pengeboran Minyak Indonesia (APMI) memperkirakan harga sewa rig lepas pantai (offshore) akan terus bergerak naik pada tahun-tahun mendatang.

Ketua Umum APMI Bambang Purwohadi mengatakan, kenaikan harga sewa rig tersebut terutama dipicu tingginya permintaan menyusul melonjaknya harga minyak dan kerusakan rig lepas pantai pascabadai Katrina di Teluk Meksiko beberapa waktu lalu.

Dia mencontohkan, rig lepas pantai jenis jack up yang sebelumnya hanya US$75.000 per hari mengalami kenaikan sewa lebih dari dua kali lipat menjadi US$150.000 hingga US$ 200.000 per hari.

Padahal, pada 1985 saat harga minyak US$20 per barel, sewa rig lepas pantai hanya sekitar US$12.000 per hari. Namun, kenaikan sewa rig tersebut tidak berlaku pada lapangan darat (onshore).

"Meski harga minyak naik, namun sewa rig darat tidak terlalu terpengaruh mengingat tingkat suplai rig darat yang cukup banyak sekarang ini," katanya.

Termasuk, lanjutnya, Blok Cepu yang berada di darat tidak akan menemui masalah dalam memperoleh rig.

Bambang melanjutkan, kenaikan harga sewa rig lepas pantai akan terus berlanjut jika harga minyak masih berada di atas US$50 per barel.

Dia juga mengatakan, sekarang ini, pusat permintaan rig lepas pantai bergerak ke Amerika Latin dan Afrika Barat menyusul banyaknya perusahaan migas berekspansi ke dua wilayah tersebut.

Penguatan Saham Apexindo Terbatas

JAKARTA, investorindonesia.com --- Penguatan saham PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX) diperkirakan terbatas. Secara teknis, posisi saham sudah jenuh beli (overbought) dan rawan koreksi. “Penguatan saham pertambangan itu lebih terdorong faktor fundamental,” kata analis PT Meridian Capital Indonesia M Habdi kepada Investor Daily di Jakarta, Rabu (29/3). Pada hari terakhir perdagangan Maret, APEX menguat Rp 130 ke posisi Rp 1.330. Saham perusahaan pertambangan itu ditransaksikan 520 kali, dengan volume transaksi sebanyak 12,58 juta saham senilai Rp 16,16 miliar.

Menurut Habdi, indikator Williams%R (W%R) menunjukkan saham Apexindo Pratama berpotensi terkoreksi dalam waktu dekat, karena posisinya overbought. Indikator teknis lain seperti relative strength index (RSI) turut menunjukkan pola serupa. “Jadi, ketika perdagangan pagi dibuka, APEX menguat dan menjelang penutupan cenderung terkoreksi,” jelasnya.

Meskipun secara fundamental APEX tetap menjanjikan, valuasi saham termasuk mahal dibanding saham sejenis, karena price to earning ratio (PER) sudah 665 kali dan price to book value (PBV) 2,32 kali. Sedangkan PER Aneka Tambang hanya 9,21 kali, dengan PBV 3,01 kali. “Tapi ketika kinerjanya membaik, PER-nya akan kembali murah, apalagi PBV masih cukup bagus,” jelasnya.

Di tempat terpisah, analis PT Phillip Securities Indonesia Mustafa Kamil berpendapat, APEX diprediksi masih menguat karena ditunjang faktor fundamental yang bagus. Selain itu, dari sisi teknis, harga saham Apexindo berusaha menuju target di level Rp 1.550. “Bila membaca dari beberapa indikator yang ada, saham Apexindo akan kembali menguat sebelum mengalami koreksi,” ujarnya.

Analis dari sebuah perusahaan efek lokal menambahkan, pada awal Maret 2006, seiring positifnya prospek industri pertambangan, saham-saham di sektor ini menunjukkan tren bullish. Bahkan, dengan potensi kenaikan harga minyak dunia, kegiatan eksplorasi juga akan berkembang. “Kondisi tersebut akan memicu masuknya foreign direct investment (FDI),” kata dia.

Margin EBITDA

Sementara itu, manajemen Apexindo Pratama Duta menargetkan margin pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) 2006 sebesar 50%, naik dibanding 2005 yang mencapai 42%. Selain itu, perseroan memperkirakan dapat mengurangi biaya bunga sebesar US$ 4,5 juta menjadi US$ 6,5-7 juta pada 2006 dibanding 2005 US$ 11 juta. Demikian diungkapkan Direktur Keuangan Epexindo Agustinus B Lomboan kepada Investor Daily di Jakarta, akhir pekan lalu.

Optimisme itu terkait kenaikan harga sewa harian atas perpanjangan kontrak dua rig jenis submersible swamp barge bernama Raisis dan Yani serta rig jack-up Ranirowo. Di sisi lain, permintaan rig jack-up di dunia saat ini cukup tinggi seiring meningkatnya eksplorasi dan produksi perusahaan-perusahaan energi.

"Kontribusi segmen lepas pantai diharapkan terus meningkat, sehingga menjadi faktor utama pendukung pertumbuhan pendapatan perseroan 2006,” kata dia. Dengan efisiensi biaya yang selalu dilakukan, Apexindo optimistis, tingkat profitabilitas bisa terus ditingkatkan.

Namun, Agustinus belum bersedia menyebutkan dampaknya terhadap perolehan laba bersih 2006. Hingga kuartal III 2005, pendapatan perseroan tercatat Rp 798,93 miliar atau naik 6% dibanding periode sama tahun lalu sebesar Rp 755,63 miliar. Selain kenaikan dayrate di sejumlah rig, posisi marjin EBITDA terangkat karena Apexindo telah merevisi sejumlah pos biaya pada tahun ini. Biaya-biaya itu antara lain, biaya angkutan, akuntan, dan kru pengeboran. Per 30 September 2005, EBITDA perseroan naik 27% menjadi Rp 324,53 miliar dari sebelumnya Rp 255,07 miliar. Kenaikan terbesar terjadi pada kuartal III dengan sumbangan EBITDA sebesar Rp 129,68 miliar.

“Sehingga posisi laba bersih 2006 kami perkirakan di atas US$ 10 juta,” ujar Agustinus. Beban bunga perseroan akan jauh berkurang sebagai akibat pengembalian hasil rights issue kepada perusahaan induk PT Medco Energi International Tbk. Total nilai pengembalian mencapai US$ 50 juta yang dicicil US$ 5 juta (11%) per tahun.

Rekomendasi

M Habdi merekomendasikan sell on strength APEX untuk investor jangka pendek. Namun, untuk jangka menengah maupun panjang dia menyarankan wait and see. “Support saham ini di level Rp 1.320 dan resistance pada posisi Rp 1.370,” ujarnya.

Sedangkan Mustafa juga merekomendasikan sell on strength pada saham yang berbisnis di industri minyak dan gas tersebut untuk pemodal yang bermain harian. Namun, untuk jangka menengah dan panjang, dia menyarankan buy on weakness, karena masih memiliki kinerja yang menjanjikan. “Support pertama APEX di posisi Rp 1.300 dan kedua Rp 1.275. Kemudian, resistance pertama Rp 1.420 dan kedua Rp 1.550,” jelasnya. (asp)

Tips APEX

Tren

Jangka pendek: menguat dibayangi profit taking

Jangka menengah-panjang: menguat

Fundamental

Per September 2005, pendapatan Rp 798,93 miliar, naik 6% dibanding periode sama 2004 sebesar Rp 755,63 miliar

PER: 665 kali, PBV: 2,32 kali

Teknis

RSI: overbought

W%R: overbought

Rekomendasi

M Habdi:

Jangka pendek: sell on strength

Jangka menengah-panjang: wait and see

Support: Rp 1.320, resistance: Rp 1.370

Mustafa Kamil:

Jangka pendek: sell on strength

Jangka menengah-panjang: buy on weakness

Support: pertama Rp 1.300, kedua Rp 1.275

Resistance: pertama Rp 1.420, kedua Rp 1.550