Wednesday, August 1, 2007

Laba Apexindo turun 7,4%

JAKARTA, Bisnis Indonesia: PT Apexindo Pratama Duta Tbk membukukan laba bersih semester I/2007 senilai US$15 juta, turun 7,4% dibandingkan posisi yang sama tahun lalu US$16,2 juta, menyusul penurunan keuntungan nonkas akibat transaksi swap.

Penurunan itu tidak dipicu faktor kinerja karena pada periode sama pendapatan anak usaha PT Medco Energi Internasional Tbk ini justru menguat 19,2% ke posisi US$81,8 juta dibandingkan semester pertama 2006 sebesar US$68,6 juta.

Pelaku pasar melepas saham berkode APEX ini di pasar, sehingga pada penutupan perdagangan kemarin melemah Rp25 ke posisi Rp2.275.

Direktur Keuangan Apexindo Agustinus B. Lomboan mengatakan penurunan keuntungan nonkas dalam laporan keuangan Apexindo yang belum diaudit itu tidak berdampak banyak terhadap kinerja perseroan hingga akhir 2007.

"Laba bersih yang dicatatkan perseroan pada semester pertama 2007 semata-mata diperoleh dari kegiatan operasional dan tidak akan banyak terpengaruh laba atau rugi transaksi swap karena perseroan telah menyajikan laporan keuangan dalam mata uang dolar AS," tuturnya dalam siaran persnya, kemarin.

Transaksi swap adalah transaksi jual beli rupiah dan valuta asing (valas) untuk jangka panjang. Perseroan yang banyak memiliki transaksi dalam mata uang asing biasanya menggunakan skema ini untuk lindung nilai (hedging).

Sementara itu, PT Mandom Indonesia Tbk pada semester I/ tahun ini membukukan kenaikan laba bersih 18,2% menjadi Rp72,67 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp61,49 miliar.

Kenaikan tersebut didukung oleh kenaikan penjualan dalam periode Januari hingga Juni. Penjualan bersih naik 7,2% dari Rp500,89 miliar menjadi Rp537,18 miliar. Dari jumlah itu, penjualan domestik masih mendominasi tercatat mengambil porsi 75,73% dari total atau senilai Rp406,8 miliar. Sementara itu, penjualan ekspor meningkat dari 20,41% menjadi 24,27% atau senilai Rp130,3 miliar.

Wakil Presiden Direktur Mandom Yoshihiro Tsuchitani mengatakan pada semester ini, perseroan mulai menjajaki pasar India. Dengan populasi yang mencapai lima kali lipat dari populasi Indonesia, India menjadi potensi pasar yang besar bagi Mandom.

"Kami akan memperkuat sistem pengembangan produk baru dan juga meneruskan investasi pada biaya iklan dan promosi," tuturnya.

Tsuchitani menambahkan strategi penjualan ke pasar India telah dilakukan pada semester pertama, sehingga pada semester ini perseroan dapat mulai bergerak.

Dia tidak bisa menyebutkan berapa besar ekspor ke negara berpenduduk terbesar kedua dunia itu bakal menyumbang kontribusi karena masih baru.

Oleh Arif Gunawan S. & Pudji Lestari

Bisnis Indonesia

Menangguk gain dari saham Medco

Jakarta, Bisnis Indonesia --- Harga saham PT Medco Energi Internasional Tbk terbang secara fantastis. Sejak ditutup di level Rp3.650 per saham pada 18 Juli, saham itu langsung melonjak hingga kemarin ditutup di posisi Rp4.275. Ada apa dengan Medco Energi?

Perusahaan minyak keluarga Panigoro itu baru-baru ini menyatakan membuka lagi kemungkinan untuk menjual porsi kepemilikan sahamnya di unit usaha pengadaan jasa pengeboran minyak dan gas (migas) PT Apexindo Pratama Duta Tbk.

Padahal, setahun yang lalu, Medco pernah menjajaki upaya transaksi tersebut, tapi tak berlanjut dengan alasan harga yang belum cocok. Kala itu, Agustus 2006, manajemen Medco menyatakan penjualan Apexindo akan menyulitkan Medco dalam mengamankan rig untuk keperluan eksplorasi dan produksi migasnya di masa datang.

Pasalnya, usaha mencari sumber minyak di darat maupun laut meningkat pesat dalam tiga tahun terakhir. Hal ini mendorong usaha penyewaan rig (alat pengeboran migas) menjadi usaha yang laris manis. Akibatnya tarif rig pun meningkat lebih dua kali lipat.

Kini ketika tarif sewa rig memuncak, Presdir Medco Hilmi Panigoro mempertimbangkan kembali keputusan untuk menjual 52% saham Apexindo yang dimilikinya. Sejauh ini, katanya, memang belum ada calon investor yang uji tuntas. Medco juga tengah membahas rasionalisasi aset untuk melihat kemungkinan menambah atau mengurangi aset miliknya.

Sementara itu, dalam riset terbarunya yang terbit pada 20 Juli, analis Credit Suisse Edwin Pang meningkatkan rekomendasi terhadap saham berkode MEDC menjadi outperform dari semula netral. Dia juga mendongkrak target harga saham Medco ini menjadi Rp4.550.

Pada perdagangan 20 Juli, harga saham Medco terbang Rp350 ke level Rp4.100, menyusul spekulasi divestasi Apexindo, isu pembelian kembali saham Medco oleh Keluarga Panigoro di pasar, dan kabar rampungnya proses divestasi 20% saham induk Medco yakni Encore Ltd kepada korporasi Jepang Mitsubishi bernilai setara dengan Rp4.500 per saham.

Namun, menurut Edwin, katalis potensial yang menghasilkan skenario cantik bagi kinerja Medco terletak pada tiga hal. Pertama, adanya kejelasan soal cadangan minyak di Libya-salah satu tempat eksplorasi Medco di luar negeri. Pada 10 Juli, Medco baru saja mengumumkan soal temuan minyak sedikitnya 12.500 barel per hari di sumur yang ada di Blok 47, Libya.

Kedua, kesepakatan positif di Senoro yang dinilai akan mengarah pada penetapan harga jual energi yang bagus. Ketiga, nilai perkalian yang bagus untuk aset pengeborannya.

"Untuk Libya dan aset pengeboran, potensi penjualan adalah katalis untuk realisasi nilai," tuturnya dalam laporan risetnya tentang Medco itu.

Ekspektasi

Dia menambahkan dengan kinerja yang kurang memenuhi ekspektasi (underperformance) sebesar 42% selama lebih dari satu tahun, memungkinkan adanya ruang bagi timbulnya kejutan positif jika katalis terbukti.

Edwin mengungkapkan produksi migas pada 2008-2009 akan digenjot hingga 2010 dan setelahnya. Hal ini telah mendorong Medco memfokuskan perhatian pada asetnya yang ada di luar negeri seperti Libya, lalu juga aset di Senoro, Sulawesi Tengah dan rasionalisasi aset.

Di sisi lain, dia menaikkan asumsi cadangan kotor minyak di Libya sebesar 35-47 derajat API (American Petroleum Institute) menjadi sebesar 300 juta barel minyak (mmbbl) dari semula 125 mmbbl. Hal ini mendongkrak lagi potensi Medco mengingat kepemilikan sahamnya di lapangan Libya itu sebesar 50%. Terbagi dua oleh mitranya perusahaan asal Kanada Verenex, yang juga bertindak selaku operator lapangan.

Sementara itu, khusus untuk Senoro, penetapan jadwal awal produksi gas pada 2010 dinilai akan memberi waktu yang cukup jika EPC ditandatangani pada akhir tahun ini. Meskipun ada risiko penundaan, Edwin menilai Medco kian dekat dengan penyelesaian kesepakatan yang melibatkan pemilik di sektor hulu, belanja modal terminal LNG, dan juga penetapan harga jual gas yang bakal dihasilkan dari lapangan itu.

Dengan banyaknya isu yang memicu sentimen positif, kini sepertinya layak menangguk untung dari kenaikan harga saham Medco. (pudji. lestari@bisnis.co.id)

Oleh Pudji Lestari

Wartawan Bisnis Indonesia