JAKARTA, Investor Daily --- Pembiayaan perbankan kepada industri minyak dan gas bertumbuh 516% selama periode 2004-Juni 2007 dari Rp 1,8 triliun menjadi Rp 11,3 triliun. Sektor ini membutuhkan pendanaan dari bank sebesar US$ 12 miliar per tahun. Sebagian besar dana itu dialokasikan untuk membiayai industri hulu.
“Perbankan bisa membiayai industri migas mulai dari yang kecil (UKM) hingga industri hulu yang besar-besar,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Muliaman D Hadad saat membuka seminar Prospek dan Peluang Usaha Penunjang Migas di Gedung BI Jakarta, Kamis (9/8).
Meski prospektif, Muliaman mengingatkan perbankan untuk memperhitungkan risiko kreditnya, sebab dana yang dibutuhkan industri migas relatif besar. Rasio kredit bermasalah (non performing loan) industri ini turun dari Desember 2006 sebesar 9,4% menjadi 4,4% pada Juni 2007.
“Untuk mengurangi risiko kredit, bank-bank sebaiknya melakukan sindikasi untuk membiayai industri migas yang membutuhkan dana besar. Kalau yang UKM saya rasa tidak masalah,” ujar dia.
Melalui kredit sindikasi, perbankan nasional, lanjut Muliaman, dapat bersaing dengan bank-bank asing yang selama ini lebih banyak memenuhi kebutuhan industri tersebut. Dengan berbagi risiko, bunga yang diberikan bisa lebih rendah, sehingga pelaku industri akan memilih pembiayaan dari perbankan lokal.
Muliaman menambahkan, pembiayaan dari luar negeri lebih banyak dipilih oleh industri migas di sektor hulu. Sementara untuk industri penunjang atau hilir cenderung dibiayai perbankan lokal.
Di tempat yang sama, Dirjen Migas Lulu Sumiarso mengatakan, kebutuhan industri migas di sektor hulu sebanyak US$ 9 miliar, sedangkan sisanya untuk sektor hilir. Dia mengaku, selama ini pembiayaan terbesar lebih disokong pihak asing, sedangkan perbankan nasional masih memperhitungkan tingginya risiko kredit.
Sebelumnya, Direktur Korporasi PT Bank Mandiri Tbk Abdul Rahman mengaku kekurangan tenaga yang paham soal migas dan menilai risikonya cukup tinggi. “Kami belum familiar dengan oil and gas. Kalau dalam eksplorasi itu risikonya tinggi dan butuh biaya besar padahal kami belum punyakeahlian yang kuat di bidang ini,” kata Abdul Rahman.
Hingga saat ini, total kredit yang dikucurkan Bank Mandiri ke sektor migas sekitar Rp 800-900 miliar. Jumlah ini dinilai masih kecil dibandingkan minat bank-bank asing membiayai sektor migas.
Sementara itu, Direktur Korporasi PT Bank Central Asia Tbk Dhalia Ariotedjo mengatakan, pihaknya telah mengucurkan kredit ke beberapa perusahaan besar di industri migas seperti Pertamina dan Apexindo. Namun dia enggan menyebutkan plafon kredit tersebut.
Dhalia mengaku minimnya pembiayaan ke sektor migas dari perbankan lokal disebabkan kebutuhan dana cukup besar dan nilai tukar yang digunakan dalam dolar. Untuk memberikan kredit dalam dolar, pihaknya kesulitan mencari sumber pendanaan. “Kami mungkin hanya bisa membiayai sektor migas melalui sindikasi, sebab BCA masih sulit memberikan pinjaman yang besar dalam dolar,” kata dia. (c104)