Monday, April 9, 2007

Emiten tambang kinclong

JAKARTA, Bisnis Indonesia: Harga komoditas dunia mendongkrak perolehan pendapatan dan laba bersih emiten pertambangan pada 2006, dan hal itu diperkirakan masih berlanjut tahun ini.

Dari 10 perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, semuanya mencatat pertumbuhan pendapatan, kecuali PT Energi Mega Persada Tbk yang mengalami penurunan penjualan sebesar 2%. (lihat tabel)

Pendapatan perusahaan pertambangan migas itu menyusut dari Rp1,68 triliun pada akhir 2005 menjadi Rp1,65 triliun tahun lalu, setelah volume penjualan perseroan turun.

PT Medco Energi Internasional Tbk hingga hari ini belum memublikasikan laporan keuangan akhir tahun 2006.

Dari sisi perolehan laba bersih, PT Citatah Industri Marmer Tbk menjadi satu-satunya emiten yang membukukan rugi bersih, meskipun pendapatannya naik 26,71% tahun lalu. Kerugian perusahaan tahun lalu turun menjadi Rp20,58 miliar dibandingkan sebelumnya yang sebesar Rp28,31 miliar.

PT Apexindo Pratama Duta Tbk yang pada 2005 membukukan rugi bersih sebesar Rp43,13 miliar mampu membalik posisi keuangannya menjadi untung Rp380,78 miliar, atau tumbuh 982,95% dari tahun lalu.

Dari 10 emiten itu, PT Central Korporindo International Tbk menjadi perusahaan yang mencatat pertumbuhan paling pesat dalam tempo setahun. Pendapatan dan laba bersih perseroan masing-masing tumbuh sebesar 323% dan 4.678%. Kendati demikian, belum ada analis yang menganalisis kinerja Cenko dan Citatah.

Analis emiten sumber daya mineral PT Trimegah Securities Tbk Sebastian Tobing mengatakan pendapatan dan laba bersih emiten pertambangan tahun lalu paling banyak terdongkrak oleh kenaikan harga komoditas dunia.

Meski terjadi peningkatan volume penjualan, sebagaimana dialami PT Bumi Resources Tbk dan PT Aneka Tambang Tbk, hal itu kurang signifikan dibandingkan dengan lonjakan harga komoditas.

"Sebagai gambaran, harga nikel sekarang naik menjadi US$22 per pound dibandingkan dengan rata-rata US$10 per pound pada 2006. Harga timah juga sudah naik menjadi US$13.500 per pound, dari rata-rata harga tahun lalu sebesar US$8.800. Itu berarti terjadi kenaikan sekitar dua kali lipat," tuturnya kemarin.

Sebastian memperkirakan harga nikel turun pada paruh kedua 2007 menjadi rata-rata US$17 per pound. Harga minyak mentah dan batu bara bakal naik sekitar 10%. Harga minyak mentah diperkirakan rata-rata US$60 per barel.

Harga komoditas ini diperkirakan turun dari harga rata-rata tahun lalu yang mencapai US$68 per barel. Hal ini karena turunnya permintaan minyak mentah dunia.

Berlanjut

Secara terpisah, analis emiten pertambangan PT BNI Securities Norico Gaman menilai keuntungan yang diperoleh emiten dari kenaikan harga komoditas masih akan berlanjut tahun ini dan mencapai puncaknya pada 2008.

Ini karena secara historis siklus kenaikan harga komoditas berlangsung selama lima tahun, dan kenaikan itu terjadi sejak 2003.

Permintaan komoditas meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi China dan India.

Norico memperkirakan pendapatan industri pertambangan tumbuh 30% per tahun hingga 2010, sedangkan laba bersih tumbuh 58%.

Pertumbuhan ini terjadi karena di dalam negeri biaya produksi barang tambang dinilai relatif rendah dan menggunakan rupiah. Padahal, sebagian terbesar hasilnya diekspor dalam mata uang dolar AS. (puji.lestari@bisnis.co.id)

Oleh Pudji Lestari
Bisnis Indonesia