JAKARTA, Bisnis Indonesia: Kenaikan harga minyak mentah dunia, yang sempat mencapai US$80 per barel, belum sanggup menggerakkan harga saham emiten pertambangan dan energi maupun sektor terkait. Namun, harga minyak diperkirakan turun awal bulan depan.
Harga minyak mentah di pasar dunia meroket sejak 15 Juni 2007 ke level US$69 per barel. Harga sumber energi ini terus menanjak ke level rata-rata U$70 per barel dan mencapai rekor tertinggi sepanjang masa, yaitu US$80 per barel, pada 12 September 2007, setelah badai Humberto memaksa penutupan tiga kilang minyak di Texas, AS.
Kontrak minyak mentah di New York Mercantile Exchange untuk Oktober tercatat US$80,09 per barel.
Kemudian, pada akhir pekan lalu harga kontrak minyak untuk pengiriman Oktober mulai turun tipis menjadi US$79,60 per barel. Harga melonjak 26% sepanjang tahun ini ketika harga pada awal tahun berada di level US$63,41 per barel.
Head of Research Mega Capital Indonesia Felix Sindhunata mengatakan kenaikan harga minyak mentah dunia telah mendorong harga saham sejumlah perusahaan minyak di bursa Wall Street, AS.
Tetapi dampak itu tidak terjadi di Indonesia. Harga saham emiten yang berbasis usaha penambangan migas, seperti PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) dan PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), tidak mengalami pergerakan berarti.
Pada perdagangan Jumat pekan lalu, harga saham Medco naik Rp50 menjadi Rp3.900, sedangkan saham Energi naik Rp10 menjadi Rp850. Namun, menurut Felix, kenaikan itu lebih banyak disebabkan oleh sentimen individu saham.
"Untuk menggerakkan harga saham dibutuhkan penjelasan lain, kecuali kenaikan harga minyak mentah dunia. Di Indonesia memang unik, kenaikan harga tidak bisa dijadikan patokan," tuturnya.
Selain itu, lanjut Felix, kenaikan harga minyak mentah baru berkorelasi terhadap peningkatan kinerja emiten jika berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama, bukan temporer seperti sekarang.
Di saat yang sama, kenaikan harga minyak mentah diharapkan mendorong konsumen mendiversifikasi sumber energi ke gas dan batu bara. Namun, kenaikan yang signifikan juga belum terlihat pada saham perusahaan batu bara, seperti PT Bumi Resources Tbk dan PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk.
Sentimen individu
Harga saham Bumi Jumat pekan lalu naik Rp25 menjadi Rp2.975, Bukit Asam stagnan di level Rp6.000. Kenaikan harga ini juga didorong oleh sentimen, bukan sebagai dampak dari meningkatnya harga minyak mentah di pasar dunia.
Menurut Felix, tingkat permintaan batu bara dari Jepang sekarang relatif stabil, sehingga pergerakan harga bahan tambang itu pun stabil.
Emiten lain yang menyediakan jasa terkait dengan energi, seperti PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX) dan PT Perdana Karya Perkasa Tbk (PKPK), juga tidak bergerak banyak. Sementara itu, harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) naik Rp400 menjadi Rp10.850.
Maizar Rahman, Gubernur Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) untuk Indonesia, mengatakan setelah penambahan kuota produksi anggotanya, sebesar 500.000 barel per hari dari sebelumnya 25,8 juta bph yang dimulai 1 November 2007, penurunan harga bakal terjadi awal Oktober 2007. Dengan catatan faktor lain seperti badai dan kegiatan spekulasi di pasar berjangka AS juga mereda.
Namun, OPEC tidak pernah menetapkan harga, karena harga ditentukan mekanisme pasar. OPEC hanya memasok 40% dari pasokan dunia.
"OPEC hanya dapat melakukan manajemen pasokan ketika harga melonjak atau terlalu rendah akibat kelebihan/kekurangan pasokan. Sementara itu, kalau penyebabnya faktor lain, seperti gangguan pada kilang minyak, pipa, cuaca, geopolitik, OPEC tidak dapat berbuat apa-apa," tutur Maizar kepada Bisnis. (Rahayuningsih) (pudji.lestari@bisnis.co.id/berliana.elisabeth@ bisnis.co.id)
Oleh Pudji Lestari & Berliana Elisabeth S.
Bisnis Indonesia
Monday, September 17, 2007
Harga minyak tak 'bakar' saham energi
Labels: Saham Apexindo