Thursday, November 1, 2007

Harga Minyak Untungkan Industri Pengeboran

JAKARTA, Investor Daily --- Kenaikan harga minyak mentah dunia hingga mencapai di atas US$ 90 per barel, secara tidak langsung diharapkan menguntungkan industri pengeboran nasional. Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengeboran Minyak Indonesia (APMI) Bambang Purwohadi, kenaikan harga minyak mentah tersebut memicu tingginya sewa anjungan (rig) sekitar 10-15%.

Pria kelahiran Banjarnegara, Jawa Tengah, 21 Januari 1951 yang menjabat direktur utama PT DJ Services Indonesia dan pernah menjadi direksi pada PT Medco Antareja itu menyebutkan, saat ini 85% rig di Indonesia sudah terkontrak, sedangkan 15% sisanya masih nganggur dan siap mengikuti tender pengeboran.

Seperti apa kondisi industri pengeboran nasional saat ini, berikut petikan wawancara wartawan Investor Daily Tri Listiyarini dengan Bambang Purwohadi di Jakarta, belum lama ini.

Adakah dampak positif untuk industri pengeboran nasional naiknya harga minyak hingga menembus level US$90 pe barel?

Tentu saja. Namun, imbasnya sangat kecil dan bersifat tidak langsung. Dampak kenaikan harga minyak bagi industri pengeboran baru terasa tiga bulan ke depan, sekitar Januari 2008. Sebab, sebagian besar rig-rig yang ada sudah terkontrak sejak enam bulan lalu, yang bisa menikmati hanya rig-rig yang belum terkontrak. Itu pun mereka harus mengikuti tender dulu untuk bisa menikmati keuntungan tingginya harga minyak.

Sebenarnya, berapa jumlah rig yang sudah terkontrak dan yang belum?

Secara umum, 85% rig-rig Indonesia sudah terkontrak, sisanya 15% itu yang masih ‘nganggur’ dan siap mengikuti tender pengeboran.

Untuk rig yang sudah terkontrak, apakah sang pemilik bisa menaikkan sewa seiring kenaikan harga minyak?

Kalau yang sudah terkontrak, sewa tetap mengacu pada harga ketika tender. Kenaikan sewa bisa dilakukan pemilik rig yang tengah mengikuti tender. Yang jelas, kenaikan sewa sangat dipengaruhi kenaikan harga minyak, kalau harga minyak naik sewa juga bisa naik, tapi kalau harga turun sewanya juga bisa turun. Saya perkirakan, kenaikan harga minyak saat ini hanya sementara saja, hingga akhir tahun rata-rata hanya US$ 70-72 per barel. Karena itu, kalau ada kenaikan sewa tidaklah terlalu besar.



Sampai berapa besar kenaikan sewanya?

Selain bergantung pada harga minyak, kekuatan rig bervariasi, demikian juga jenisnya, yakni jenis rig lepas pantai (off shore) atau darat (on shore), karena itu sewanya juga berbeda-beda. Namun demikian, rata-rata kenaikannya sekitar 10-15%. Misalnya, rig kecil jenis on shore dengan kekuatan 500-1.000 hp (horse power) sewanya naik menjadi US$ 10.000-20.000 per hari. Untuk jenis yang sama dengan ukuran lebih besar di atas itu, sewanya bisa naik menjadi US$ 60.000-80.000 per hari. Sementara itu, untuk rig raksasa (jack up) dengan kekuatan di atas 100.000 hp dan berjenis off shore, sewanya bisa di atas US$ 150.000 per hari.

Seberapa besar utilisasi rig nasional, baik di dalam maupun di luar negeri?

Sebanyak 80% dari jumlah rig nasional yang jumlahnya kurang dari 100 digunakan di dalam negeri, sisanya sebanyak 20% masih belum digunakan. Perlu diketahui, kemampuan rig nasional masih sedikit lebih rendah dibandingkan negara lain, karena itu penggunaannya mayoritas untuk pemenuhan dalam negeri. Memang ada beberapa yang bisa tembus ke luar negeri, seperti milik PT Apexindo Pratama Duta Tbk.

Apa penyebab kemampuan rig nasional kurang bisa bersaing dengan rig-rig dari luar negeri?

Sebenarnya, perbedaan rig nasional dengan di luar negeri tidak terlalu mencolok. Hanya saja, dari sisi teknologi kemampuan rig-rig di dalam negeri masih kurang. Rig-rig nasional masih belum mampu mengaplikasikan teknologi pengeboran laut dalam. Rig-rig yang mampu menembus laut dalam masih dikuasai negara-negara seperti Amerika Serikat dan Norwegia.

Upaya seperti apa yang bisa dilakukan perusahaan layanan pengeboran untuk bisa bersaing dengan perusahaan sejenis di luar negeri?

Tentunya berusaha membuat rig-rig yang mampu mengebor di laut dalam. Sebab, saat ini, pengeboran minyak di dunia sudah bergeser ke cekungan-cekungan yang berada di laut dalam yang cenderung ‘sulit’. Mereka bisa mengirimkan sumber daya manusia (SDM)-nya untuk studi banding, sekolah, atau kursus ke negara yang menguasai teknologi itu.***